Ikatan Emosional: Faktor Penguat Kolaborasi
Selain logika politik, Henry juga menilai adanya ikatan personal antara Erwan dan Adhitia yang begitu dekat menjadi alasan kuat lain, yang membuat keduanya untuk saling mendukung.
Diketahui, Adhitia dan Erwan sendiri ternyata sudah saling mengenal dan kerap berinteraksi sejak 2011 atau sudah 13 tahun. Begitu pula, Erwan dan Ngatiyana telah sering bekerja sama dalam berbagai kesempatan sejak 2018.
”Keakraban yang terbangun dalam kurun waktu yang panjang ini, membuat kolaborasi politik di antara mereka terasa lebih natural dan beralasan,” tuturnya.
Baca Juga: Adhitia Janji Prioritaskan Insentif dan Kesejahteraan Guru Ngaji di Cimahi
Sehingga, lanjut Henry, wajar jika kebersamaan dan saling mendukung antara Erwan dan paslon Ngtiyana-Adhitia sudah dilakukan secara terbuka di publik, seperti terlihat dalam video yang diunggah di akun media sosial masing-masing.
”Menurut kami, langkah ini akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Baik Ngatiyana-Adhitia maupun KDM-Erwan, elektabilitas keduanya akan diuntungkan,” bebernya.
Implikasi Bagi Golkar dan Elektabilitas di Tingkat Provinsi
Langkah Erwan tersebut, menyiratkan pendekatan baru dalam Pilkada Jawa Barat, di mana fleksibilitas mendukung calon yang potensial di lapangan dapat menjadi strategi jangka panjang. Dengan membangun kolaborasi lintas kandidat yang tak sepenuhnya sesuai dengan garis administrasi partai.
Baca Juga: Ini Alasan Paslon Ngatiyana-Adhitia Usung Jargon ’Cimahi Makin Hepi’ di Pilkada Cimahi
”Saya rasa, Erwan berupaya menjangkau basis massa yang mungkin tak terjangkau oleh pasangan yang didukung Golkar secara resmi di Cimahi,” ungkapnya.
Henry pun menyimpulkan jika kolaborasi Erwan Setiawan bersama Adhitia Yudisthira dan Ngatiyana adalah langkah yang memadukan perhitungan data elektoral dan ikatan emosional yang telah terjalin lama.
”Di tengah dinamika politik Jawa Barat, kolaborasi lintas kandidat semacam ini adalah bukti bahwa dalam politik, dukungan tidak selalu bergerak dalam garis-garis yang tertulis di atas kertas, melainkan melalui hubungan personal dan potensi elektoral yang dianggap lebih menguntungkan,” tutupnya. (*)