JABAR EKSPRES – Proyek pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar), kini mendapatkan perhatian khusus dari sejumlah pihak salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar
Diketahui proyek pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dari wilayah Bandung Raya ini, sebelumnya telah dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dapat beroperasi di 2028.
Namun hingga kini, berdasarkan informasi yang di dapat, proyek yang memiliki lahan seluas 90 hektar tersebut dinilai belum jelas dan bahkan masih menemui kendala dalam proses pembangunannya atau groundbreaking
Menangapi hal ini, Anggota DPRD Jabar Komisi 4 Daddy Rohanady menilai bahwa pemerintah kurang serius dalam menyelesaikan proyek teresebut. Padahal menurutnya, dalam pembangunan ini, DPRD sering melakukan pembahasan bersama Pemprov Jabar.
“Jadi dewan merasa di Prank terus karena kan sudah bilang janji di 2022 (bisa dilakukan) enggak juga, di 2023 enggak juga, dan sekarang di 2024 ini enggak juga. Nah ini saya tidak tahu masalahnya apa, apakah belum siap dalam artian pendanaan atau dukungan lainnya,” ucapnya saat dikonfirmasi Kamis (7/11).
Daddy mengungkapkan, jika hal ini terus dibiarkan oleh pemerintah, persoalan sampah khususnya di wilayah Bandung raya tidak akan selesai. Maka dari itu, ia meminta pemerintah harus segera memberikan langkah yang konkret dalam porses pembanguan TPPAS Legok Nangka.
“Kami berharap ini bisa segera dilaksankan, karena kalau jadwalnya mundur terus otomatis penyelesainnya juga akan mudur. Dan konsekuensinya adalah sampah akan menumpuk dimana-mana karena masuk ke Sarimukti pasti sudah tidak akan tertampung. Jadi kami berharap ini bisa diselesaikan oleh Pemprov,” imbuhnya
Terkendala PJBL, Daddy Rohanady sebut Pemprov Kurang Pede Tawarkan hasil Pengolahan Legok Nangka Ke PLN
Sementara itu, disingung soal kendala yang dihadapi Legok Nangka saat ini seperti yang disebutkan Pj Gubernur yakni Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Daddy menyebut bahwa Pemprov Jabar kurang percaya diri (pede) menawarkan hasil pengolahannya ke PLN.
“Ini berarti membuktikan bahwa memang pada akhirnya kita tidak bisa meyakinkan PLN (terkait dengan PJBL). Karena kan pasti sebelum melakukan perjanjian, ini harus dimatangkan dulu seperti nilai investasi nya berapa, berapa harga per KWH yang akan dijual. Jadi seperti kelayakan bisnis saja saya kira, karena investor juga butuh kepastian (dari penyedia),” ungkapnya