“Sebenarnya dua pabrik yang ada di Pandeglang sudah mampu menampung produksi TBS petani yang ada di Banten,” katanya.
Namun permasalahan kerap kali terjadi saat PKS swasta mengalami kerusakan. Oleh sebab itu menurut Rizal hal pertama yang dilakukan adalah memastikan Pabrik Kertajaya selalu dalam kondisi optimal.
“Pertama kita harus jaga terus Pabrik agar beroperasi. Kedua, karena kapasitas mentok, dimana saat ini saja stok sudah 3.200 ton TBS di kedua pabrik kami, belum lagi volume dari ratusan truk petani yang mengantri, maka demi petani dan kondusifitas pabrik dan wilayah, kita akan upayakan semaksimal mungkin. Termasuk dengan mengirimkan TBS kebun inti keluar Banten,” ungkapnya.
Pengiriman TBS keluar Propinsi Banten bahkan dapat disebut “pengorbanan” oleh Perusahaan negara yang saat ini menjadi pengelola perkebunan sawit terluas di dunia itu.
Sebab tidak hanya membutuhkan usaha lebih, dimana pengiriman sawit ke PKS terdekat mengharuskan PTPN menyeberangkan TBS produksi Kebun Kertajaya melewati selat sunda menuju PKS terdekat yang ada di Lampung, pengiriman TBS tersebut tentu juga membutuhkan biaya yang nominalnya tidak kecil.
“Untuk satu hari pengiriman TBS ke PKS Bekri di Lampung, cost transportasi dan beban lainnya sangat signifikan. Bisa menyentuh lebih dari Rp 150 juta perhari!” tambahnya.
Untuk itu menurutnya Perusahaan sejak Ahad (27/10) telah mengirimkan TBS Kebun Kertajaya ke Lampung dan akan mengatur pola pengiriman sedemikian rupa untuk menekan besarnya koreksi biaya yang ditimbulkan.
Lebih jauh Rizal mengaku dalam dua pekan kedepan Perusahaan juga akan mencoba peningkatan kapasitas dua PKS PTPN di Banten dan Jawa Barat menuju 1800 ton perhari. Ini juga menjadi solusi jangka pendek jika Pabrik swasta sekitar bolak balik mengalami kendala.
“Kita tingkatkan kapasitas dengan perbaikan utilitas. Mudah-mudahan dalam dua pekan kedepan bisa naik ke 1800 ton perhari,” pungkasnya.