JABAR EKSPRES – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat mencatat sebanyak 46 pelanggaran pemilu selama tiga minggu pertama masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Menurut Ketua Bawaslu Jawa Barat, Zacky Muhammad Zam Zam dari jumlah tersebut, 14 di antaranya melibatkan dugaan ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa (Kades).
“Terkait pelanggaran, memang netralitas ASN serta kepala desa menjadi tren yang paling tinggi di antara dugaan pelanggaran lainnya,” ujar Zacky saat ditemui di Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu (16/10).
BACA JUGA: Hari Ini FGS Global SCAM, Website Sudah Tak Bisa Dibuka
Zacky menambahkan, dari 14 dugaan pelanggaran ini, sembilan kasus berkaitan dengan kepala desa, sedangkan empat kasus lainnya melibatkan ASN.
“Seluruh pelanggaran tersebut saat ini sedang ditangani oleh Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu di tingkat kota/kabupaten,” tambahnya.
Zacky menjelaskan, pelanggaran ini tersebar di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Bandung.
Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat dua aspek dalam pelanggaran netralitas ASN dan kepala desa yakni keterlibatan tim kampanye pasangan calon dan ASN atau kepala desa yang secara aktif menguntungkan atau merugikan calon tertentu.
BACA JUGA: Pj Wali Kota Cimahi Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter untuk Siswa Melalui Seni
“Kedua aspek inilah yang kami dalami, apakah pasangan calon atau tim kampanye melibatkan mereka, atau justru ASN dan kepala desa yang secara aktif terlibat,” jelasnya.
Selain itu, Bawaslu Jawa Barat juga mengawasi ketat kampanye di media sosial, yang menurut Zacky menjadi tantangan tersendiri karena melibatkan konten-konten yang berpotensi melanggar aturan, seperti penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
“Per tanggal 15 Oktober, kami menemukan 14 konten yang mengandung hoaks dan ujaran kebencian di berbagai platform, seperti TikTok, laman berita, dan X (sebelumnya Twitter),” ungkapnya.
Konten-konten ini telah diteruskan ke Bawaslu RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera dilakukan take down.
“Kami memiliki kewenangan untuk mengidentifikasi apakah pelanggaran ini masuk dalam kategori tindak pidana pemilihan atau melanggar undang-undang lain, seperti UU ITE,” jelas Zacky.