JABAR EKSPRES – Pasya Pratiwi Toiti, korban video syur yang viral akhirnya angkat bicara. Pasya Pratiwi mengunggah klarifikasi di media sosial Facebook miliknya.
Klarifikasi tersebut dibuatnya sebagai jawaban dari banyaknya pertanyaan atas dirinya, dia juga mengaku sedang dalam kondisi sedih dan kecewa.
“Karena banyaknya pertanyaan dari orang-orang. Saya akan coba ceritakan bagaimana bisa terjadi semuanya, Jujur saya sangat sangat sedih, kecewa, tidak tahu harus bagaimana di posisi tersebut.” ungkapnya di awal tulisan.
Dalam unggahan yang hanya berisi tulisan tersebut Pasya akhirnya memutuskan untuk menceritakan latar belakang hubungannya bersama sang guru, yang ternyata sudah dimulai sejak dia masuk ke sekolah tersebut.
Baca juga : Begini Kondisi Mental Pasya Pratiwi Paska Videonya Viral dan Jadi Korban Cyber Bullying Menurut Ahli
“Semua berawal saat saya masuk di MAN 1 Gorontalo. Saya seorang yatim piatu seperti yang saya sampaikan video video yang beredar dengan seorang tiktoker saat wawancara saya. Dari awal masuk sekolah saya sudah meyakinkan diri saya untuk berusaha keras mengejar ilmu dan prestasi karena memang untuk hidup sudah tidak ada dari orangtua.” tambahnya.
Dia juga menuliskan harapan dan cita-citanya.
“Saya sangat ingin untuk mencapai sarjana dengan beasiswa yang saya dapat,” Imbuhnya.
Lebih lanjut dia mulai membuka rahasia awal mula pelecehan terjadi terhadapnya.
“Pada satu hari, saya mulai mendapatkan pelecehan verbal. Dengan ucapan ucapan tidak pantas dari Guru (DH). Saat itu saya tidak terlalu menanggapi dengan serius. Namun lama kelamaan mulai menyentuh seperti pundak, merangkul, dan lainnya. Awal saya yang memang belum paham tentang kasih sayang yang sesungguhnya menganggap itu seperti seorang ayah kepada anak juga terkadang memberikan untuk kehidupan. Tapi semua itu ternyata penilaian saya salah saat saya mulai di peluk, disentuh bagian vital dan lain.” penjelasan dari Pasya.
Pasya juga mengungkapkan ketakutan dan kegelisahannya, antara mau melapor atau membiarkan namun dia dia harus hidup tersiksa.
“Saat itu saya bingung, saya ingin bercerita kepada siapa. Orangtua tidak ada, bercerita kepada teman pun takut dipandang hina. Untuk melapor saya takut karena untuk masuk sekolah saja saya berjuang sendiri dengan susah payah. Dipikiran saya saat itu jika saya lapor saya yang tidak di percayai oleh guru lain dan siapapun karena saya tidak memiliki bukti apapun lalu saya di keluarkan dari sekolah (Seperti yang mempunyai uang dan kuasa yang menang). Jika saya dikeluarkan saya tidak mempunyai harapan dan cita cita pupus. Walau saya benar sakit hati, kecewa, marah bercampur menjadi satu.”