JABAR EKSPRES – Sate maranggi merupakan salah satu makanan khas Kabupaten Purwakarta, ada anggapan belum ke Purwakarta kalau belum makan sate maranggi.
Namun sate maranggi di kota tasbih satu ini berbeda dengan sate-sate maranggi lainnya.
Selain rasanya yang khas maranggi cara penjualannya pun berbeda.
Makan sate Maranggi di restoran atau kedai sudah biasa, tapi sensasi makan sate di bawah jembatan jalan tol sepertinya baru ada di Jalan Sawit, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta.
Karena makan di pas tikungan jalan itu memicu adrenalin. Bisa dibayangkan makan sate sembari menyaksikan kendaraan bermotor baik sepeda, sepeda motor, mobil kecil, bus, truk barang ataupun kontainer lewat ditambah getaran dari tembok jembatan yang menjulang tinggi diatas kepala.
Salah seorang anak pedagang sate kolong Iip Fauzi (30), menyampaikan penjualan sate disana berawal pada tahun 2005-2006, kala itu masih kakeknya disapa Abah Manaf kemudian pada tahun 2016 diteruskan oleh ayah Iip, bernama Abdul Kohar.
Iip mengaku selama jualan disana setiap hari menyiapkan 2 kuintal daging sapi. Sate dibandrol dengan harga Rp 20.000 per 10 tusuk sedang untuk nasi timbel dengan harga Rp 3.000.
“Saya belum jualan sendiri, sekarang masih bantu-bantu bapak saja,” kata Iip.
Lanjut dia, jualan di kolong jembatan terbagi dua shift dari pukul 07.00 WIB sampai 17-.00 WIB dan 17.00 WIB – 03.00 WIB.
Masih kata Iip, berjualan sate di kolong jembatan diperbolehkan oleh pemerintah Kabupaten Purwakarta dengan syarat menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan.
“Ia kalau di week end rame banget, yang beli dari mana-mana, ada warga ada juga orang luar,” ucap Iip sembari melayani pembeli.
Salah seorang pengunjung sate kolong asal Bekasi, Iwan Kurnia mengatakan, dia dan keluarga cukup sering datang ke sana.
“Kalau Kebetulan lewat Purwakarta, saya dan keluarga selalu mampir ke sini (sate kolong,red),” kata Iwan.
Iwan mengaku punya sensasi tersendiri ketika makanan sate di kolong jembatan tol. Hal ini jarang didapatkan di tempat lain.
“Kalau di tempat lain, sudah biasa. Makan di warung atau restoran, kalau di kolong jembatan begini lebih asik,” katanya.