JABAR EKSPRES – Perkembangan perekonomian sampai dengan 31 Agustus 2024, pertumbuhan ekonomi global masih dibayangi risiko dan ketidakpastian. Setelah pemangkasan suku bunga AS yang antara lain disebabkan oleh dinamika pasar keuangan (volatilitas nilai tukar dan yield), risiko geopolitik yang masih tinggi, dan pertumbuhan Eropa sangat lemah.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Umum DJPb Jabar, Giri Susilo dalam keterangan resmi terkait Kinerja APBN regional Jawa Barat periode sampai dengan 31 Agustus 2024.
Dia mengatakan, Inflasi domestik di wilayah Jawa Barat bulan Agustus terkendali, sebesar 2,39 persen (yoy) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,90.
“Penyumbang utama inflasi yoy diantaranya adalah komoditas Beras, Emas Perhiasan, Sigaret Kretek Mesin, Kopi Bubuk, dan Cabai Rawit,” ujar Giri dalam keterangan resmi yang diterima pada Rabu (25/9/2024).
Sementara itu, Neraca perdagangan Jawa Barat bulan Juli masih melanjutkan surplus sebelumnya, di angka USD 2,11 miliar. Nilai ekspor tercatat USD 3,33 miliar, sementara impor mencapai USD1,22 miliar.
“Kinerja ekonomi Jawa Barat triwulan II 2024 tumbuh positif sebesar 4,95 persen (yoy), dengan PDRB ADHB sebesar Rp706,48 triliun dan ADHK sebesar Rp436,95 triliun. NTP dan NTUP Jawa Barat naik akibat semua subsektor alami kenaikan. NTP bulan Juli sebesar 111,99 sementara NTN sebesar 113,61,” imbuhnya.
Perkembangan APBN sampai 31 Agustus 2024
APBN kembali mencatatkan surplus sebesar Rp16,66 triliun dengan total pendapatan sampai 31 Agustus 2024 mencapai Rp99,85 triliun (60,98 persen dari APBN total belanja Rp83,19 triliun (65,72 persen dari APBN).
Giri menuturkan, pendapatan wilayah Jabar tumbuh sebesar 1,98 persen (yoy) atau senilai Rp1,94 triliun.
“Kenaikan terbesar terjadi pada Pajak Bumi dan Bangunan yang tumbuh 14,18 persen atau senilai Rp43,89 miliar dan PPh Non MIgas yang tumbuh sebesar 9,40 persen. Atau senilai Rp3,47 triliun. Kenaikan Bea Masuk sebesar 9,91 persen karena terdapat importasi Bulog dan realisasi pelunasan dari hasil audit cukup signifikan,” tuturnya.
Sementara, Kinerja Belanja Pemerintah Pusat mengalami pertumbuhan sebesar 15,99 persen atau senilai Rp4,29 triliun, pertumbuhan terjadi pada semua jenis belanja, pertumbuhan terbesar pada belanja Barang sebesar 20,54 persen atau senilai 2,27 triliun.
Realisasi TKD tumbuh sebesar 13,94 persen (yoy) pertumbuhan terjadi di semua jenis Dana kecuali DAK Fisik yang terkontraksi. Realisasi terbesar pada DAU sebesar Rp46,99 triliun.