KPPI Mulai Lakukan Penyelidikan Atas Impor Terpal Plastik Sintesis

JABAR EKSPRES – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mulai melakukan penyelidikan pengamanan perdagangan (safeguard measure) atas lonjakan jumlah impor produk terpal dari plastik, serat sintetis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah.

Fransiska Simanjuntak selaku ketua KPPI mengatakan bahwa KPPI telah menerima permohonan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada Jumat (22/8).

Fransiska menambahkan Asosiasi tersebut mewakili industry dalam negeri yaitu PT Unggul Karya Semesta dan PT Politama Pakindo.

BACA JUGA: 200 Wajib Pajak di KPP Majalaya Mendapatkan Edukasi Coretax

Berdasarkan bukti awal permohonan penyelidikan, KPPI menemukan fakta adanya indikasi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon.

‘’Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industry dalam negeri yang menurun selama periode 2021-2023,’’ ujar Fransiska dikutip dari ANTARA, Kamis (19/9).

Fransiska menjelaskan indikator ini, antara lain adanya penurunan pada produksi, penjualan domestik, kapasitas terpakai, jumlah tenaga kerja, dan pangsa pasar industry dalam negeri di pasar domestic, kerugian finansial, serta peningkatan persediaan.

BACA JUGA: Cara Sanggah Administrasi Hasil Gagal Seleksi CPNS 2024

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 3 tahun terakhir yaitu 2021-2023 ada peningkatan jumlah impor terpal dari plastik, serat sintesis dari polipropilena, polietilena, dan polietilena densitas rendah dengan tren sebesar 8,74 persen.

Pada 2023, impor produk tersebut ke Indonesia tercatat sebesar 5.504 ton, naik 15,70 persen dari periode 2022 yang tercata 4.757 ton.

Sebelumnya, nilai impor pada 2022 juga naik dari 2021 yang tercatat sebesar 4.655 ton.

BACA JUGA: Hati-hati, Korban XFA AI Jadi Incaran Penipu,  Ini Modus yang Sering Digunakan

Impor utama Indonesia untuk produk ini pada 2023 berasal dari Tiongkok dengan pangsa impor sebesar 61,89 persen, diikuti Korea Selatan 30,61 persen, dan Vietnam 7,49 persen.

Selain dari ketiga negara tersebut, pangsa impor negara berkembang masih di bawah 3 persen dari total impor pada tahun yang sama.

Fransiska mengatakan KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai pihak yang berkepentingan dan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya sejak tanggal pengumuman.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan