JABAR EKSPRES – Gerakan Mahasiswa Cimahi (GMC) dari berbagai universitas menyatakan sikap tegas menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang tengah menjadi perbincangan panas di tingkat nasional.
Aksi yang digerakkan oleh sejumlah organisasi mahasiswa, termasuk GMNI, PMII, serta didukung elemen masyarakat, berlangsung pada Jumat (23/8/2024) di Gedung DPRD Kota Cimahi.
Ketua GMNI Kota Cimahi, Kahfi Reksa Gusti menyampaikan gerakan mahasiswa ini mendesak DPRD Kota Cimahi untuk turut menolak pembahasan revisi UU Pilkada yang berlangsung di legislatif pusat. Mereka juga menuntut agar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi dasar dalam aturan Pilkada ke depan.
BACA JUGA: Polresta Bandung Respon Keluhan Warga Desa Margamulya Terkait Judi Online dan Knalpot Bising
“Yang kami sampaikan saat ini mungkin kita mendesak agar DPRD Kota Cimahi menolak apa yang menjadi pembahasan pada legislatif di RI kemarin, tentang UU Pilkada, serta mengawal keputusan MK yang harus dipakai untuk aturan Pilkada tersebut,” tegas Kahfi saat ditemui Jabar Ekspres di lokasi.
Meskipun DPR telah menyerahkan kembali peraturan ini ke MK, Kahfi menyatakan bahwa situasi politik sering kali berubah dengan cepat.
“Dalam politik itu dinamis, bisa saja H- berapa jam ketok palu. Kan seperti itu biasanya,” ungkapnya.
BACA JUGA: Alokasi Kursi DPRD Kota Bogor dan Calon Terpilih Ditetapkan, Ini Perolehannya!
Aksi long march yang diikuti oleh sekitar 65 orang mahasiswa dari berbagai organisasi seperti GMNI, PMII, Al Musdariah, Unjani, dan beberapa elemen masyarakat, menegaskan sikap mereka untuk terus mengawal proses Pilkada dari awal hingga akhir pendaftaran.
“Kami masih fokus di daerah, khususnya di Cimahi, tetapi kalau eskalasi nasional meningkat, kami siap menaikkannya ke level Jawa Barat,” tambah Kahfi.
Gerakan ini bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi pada 29 Mei 2024 yang mengubah aturan terkait batas usia minimal calon kepala daerah.
BACA JUGA: Usai Aksi Demo di Jakarta, Mahasiswa Dibuntuti Oknum Aparat hingga Dapat Teror
Putusan tersebut kemudian diperdebatkan oleh Partai Gelora dan Partai Buruh pada 27 Juni 2024 terkait ambang batas suara untuk pencalonan kepala daerah. Pada 20 Agustus 2024, MK memutuskan bahwa partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap dapat mengajukan calon kepala daerah.