JABAR EKSPRES – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bogor merilis Peta Kerawanan Pilkada 2024 di di IPC, Ciawi, Kamis (15/8).
Bawaslu mencatat, dari 40 kecamatan se-Kabupaten Bogor, 14 kecamatan masuk kategori rawan tinggi yaitu, Cibinong, Klapanunggal, Sukaraja, Cisarua, Jasinga, Rumpin, Dramaga, Bojonggede, Ciseeng, Gunung Putri, Sukajaya, Tenjo, Cileungsi, dan Cigudeg.
Sedangkan 20 kecamatan lainnya masuk kategori rawan sedang, dan sisanya kategori rawan rendah.
Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor, Ridwan Arifin, mengatakan, peta kerawanan pemilihan dibuat berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP).
Sebelum diturunkan menjadi peta kerawanan pemilihan, sebelumnya Bawaslu melakukan penelitian Pemilu dan Pilkada 2018 dan Pemilu 2024.
“Data diolah dari 435 desa dan kelurahan dari 40 kecamatan se-Kabupaten Bogor. Semua hasilnya sudah dipotret dan dilaunching hari ini. Maka kategorinya ada yang rawan tinggi, sedang, dan rendah. Yang masuk kerawanan tinggi bukan berarti rawan sesungguhnya, tapi ini menjadi antisipasi,” ujarnya.
Sementara itu, Kordinator Divisi Pencegahan Parmas dan Humas Bawaslu Kabupaten Bogor, Burhanudin, menjelaskan, banyak faktor yang menjadi kerawanan pemilihan.
Hal tersebut dilihat dari isu, informasi mutakhir dan kejadian di wilayah serta pelaporan pelanggaran yang telah terjadi pada pemilihan sebelumnya.
Bentuknya antara lain didasarkan pada peristiwa konflik, sengketa pemilu, dan laporan pelanggaran seperti politik uang, serta ketidaknetralan ASN/TNI/Polri/Kades dalam bentuk pengerahan dukungan terhadap calon tertentu menggunakan program pemerintah.
Menurutnya, indikasi kerawanan dimulai pada tahapan penyusunan daftar pemilih di antaranya pemilih tambahan lebih dari 2%, pemilih memenuhi syarat tak masuk daftar pemilih.
BACA JUGA: Jadwal Bioskop Trans TV Malam ini Jumat, 16 Agustus 2024, Ada Film Midway
Pada tahapan kampanye terjadi ketidakprofesionalan penyelenggaraan pemilu, kampanye hoaks, pelibatan TNI/Polri, ASN dan Kades di Pemilu, surat suara tertukar, keterlambatan logistik, PSL, kekerasan politik, intimidasi, hingga perusakan fasilitas penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, adanya rekomendasi Panwaslu yang tidak ditindaklanjuti PPK, hingga ajudikasi dan keberatan dalam bentuk gugatan di MK dan sengketa di Bawaslu.