BACA JUGA: 7 Destinasi Wisata Terbaik di Pangandaran Untuk Keluarga Selain Pantai, Apa Saja?
Menurutnya, FMBB menolak artis menjadi kepala daerah bukan tanpa alasan. Hal ini dikuatkan dengan masa kepemimpinan lalu yang dinilai belum mampu menyelesaikan persoalan di Bandung Barat.
“Kalau pendatang, tidak akan tahu kultur Bandung Barat,” katanya.
Hal senada dikatakan Kustiwa Kartawitia, salah seorang tokoh masyarakat dari Bandung Barat Selatan. Ia menuturkan alasan menolak artis mencalonkan sebagai kepala daerah karena tidak memahami kondisi dan masyarakat Bandung Barat. Apalagi artis sebagian besar bukan warga KBB.
Karena itu, dikatakan dia, dibutuhkan sosok yang mengenal betul kondisi daerah dan masyarakatnya serta bisa mampu menyelesaikan berbagai persoalan di KBB. Jika dipimpin oleh orang yang tidak mengenal KBB, bahkan pernah membuat kondisi KBB seperti sekarang ini, malah dikhawatirkan KBB makin parah.
“Kenapa muncul keinginan masyarakat terhadap penolakan calon-calon droping DPP masing-masing partai? Karena kondisi KBB saat ini, sedang dalam kondisi krowded,” paparnya.
BACA JUGA: Demi Ungkap Pengendali Judi Online, DPR Jamin Lindungi Kepala BP2MI
“Dasar itulah, kita menolak droppingan calon yang ujug-ujug dan sepakat mendorong putra daerah yang punya kriteria sesuai harapan masyarakat,” sambungnya.
Terpisah, Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani Arlan Siddha menyebut, artis meramaikan kontestasi Pilkada KBB, karena wilayah Bandung Barat memiliki magnet tersendiri. Hal itulah banyak diminati dan dilirik oleh sejumlah publik figur.
Ia menilai, fenomena munculnya artis di Pilkada KBB adalah sesuatu yang menarik untuk dicermati. Pasalnya dibandingkan daerah tetangga lainnya di Bandung Raya yang menggelar Pilkada, hingar-bingar artis justru santer terdengar di KBB.
“Ada kesan kemunculan artis di Pilkada KBB, karena artis ini seolah-olah menjadi endorsement bagi parpol untuk mendorong orang-orang yang dianggap berpotensi akan menang,” terangnya saat dihubungi.
Bahkan menurut dia, kondisi itu bisa terjadi akibat dari Parpol yang tidak percaya diri untuk mengusung kadernya sendiri. Padahal secara ideologi kebanggaan bagi parpol untuk mengusung kader sendiri, terlepas dari nantinya kalah atau menang.