Anak Terpaksa Putus Sekolah Usai Ditolak SMA Negeri saat PPDB, Warga Tak Mampu Hanya Bisa Usap Dada dan Gigit Jari

Heri yang diketahui kerap jadi buruh kebersihan di lingkungang di sebuah kompleks perumahan wilayah Kecamatan Cileunyi, kini harus memutar otak, bekerja lebih keras banting tulang dan memeras keringatnya, demi melanjutkan jenjang pendidikan putri sulungnya.

Hal senada dilontarkan orangtua lain yakni Solihin (50), warga Kecamatan Rancaekek. Curhatannya tak jauh berbeda, harus gigit jari karena anaknya tak diterima sekolah negeri, di tengah kondisi ekonomi yang tergolong tidak mampu.

“Ya anak saya yang kedua harus putus sekolah hingga SMP, karena enggak diterima di SMAN Rancaekek. Ke sekolah swasta ‘haragana abot’ (harganya berat),” ujarnya.

BACA JUGA: Pemkot Banjar Bangun Dua Sumur Bor Atasi Krisis Air Bersih

Solihin mempertanyakan jalur afirmasi pada PPDB tingkat SMA harus seperti apa, agar bisa diterima bersekolah di sekolah negeri.

“Soalnya, walaupun saya gak pernah mendapat sejumlah bantuan dari pemerintah, kehidupan sehari-hari hanya mengandalkan dari ngojeg di pangkalan,” ucapnya.

Solihin menerangkan, untuk menyekolahkan anaknya ke SMA negeri sudah pupus, sebab sang buah hati tak diterima setelah berupaya mendaftar lewat berbagai jalur.

“Bagi saya selaku warga yang tidak mampu harus mengusap dada. Soalnya di PPDB muncul kecemburuan sosial,” terangnya.

“Apalagi muncul kabar jika mau masuk ke SMAN di Bandung Timur, tarifnya Rp10 sampai Rp 20 juta,” tutup Solihin.

BACA JUGA: Cara Mudah Verifikasi Akun Mobile JKN BPJS Kesehatan Anti Gagal

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan (LBP2) Jabar, Asep B Kurnia ketika dimintai komentarnya membenarkan, jika kondisi PPDB memang seperti itu.

“Banyak yang curhat dan mengadu warga tak mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri melalui jalur afirmasi gigit jari,” paparnya.

Menurut Asep, memang PPDB jajur afirmasi calon peserta didik dari ekonomi tak mampu harus melampirkan bukti keikutsertaan, dalam program penanganan keluarga tidak mampu, yang resmi dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Nah, apakah data dari pemerintah ini valid atau tidak atau sudah berubah. Faktanya, masih banyak warga yang benar-benar tak mampu harus gigit jari, karena saat menyekolahkan anaknya ke negeri enggal lolos,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan