Tren PHK di Jawa Barat Mengkhawatirkan, Dampaknya Bisa Sangat Mengerikan, Apa Sebabnya?

JABAR EKSPRES – Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat saat ini memang menjadi sebuah isu yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, selama periode Januari hingga Maret 2024, terdapat sekitar 2.650 pekerja yang harus mengalami PHK di provinsi ini.

Jika kita merinci lebih lanjut, pada bulan Januari saja, sebanyak 306 pekerja di-PHK, kemudian angka ini meningkat menjadi 654 pekerja pada bulan Februari, dan pada bulan Maret, jumlahnya melonjak drastis hingga mencapai 1.690 pekerja.

Penyebab utama dari gelombang PHK di Jawa Barat ini adalah penutupan sejumlah pabrik, terutama yang bergerak di sektor industri tekstil dan garmen. Para pengusaha memutuskan untuk menutup pabrik mereka karena tingginya biaya tenaga kerja di Jawa Barat dibandingkan dengan daerah lain.

Salah satu faktor krusial yang mempengaruhi tingginya biaya tenaga kerja tersebut adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang memang lebih tinggi di Jawa Barat dibandingkan dengan provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kondisi ini membuat beberapa pengusaha merasa lebih ekonomis untuk memindahkan operasional mereka ke wilayah dengan UMP yang lebih rendah.

BACA JUGA: Dokter Forensik Ungkap Wartawan di Karo Meninggal karena Terbakar

Dampak PHK Massal di Jawa Barat

Dampak dari pemutusan hubungan kerja (PHK) ini sangat nyata dan dapat dirasakan dalam beberapa aspek kehidupan ekonomi dan sosial di Jawa Barat.

Pertama, PHK ini secara langsung mengurangi daya beli masyarakat. Ketika pekerja kehilangan pekerjaan mereka, otomatis pendapatan mereka juga hilang, dan hal ini berdampak pada kemampuan mereka untuk membeli barang dan jasa. Dampak berkurangnya daya beli ini akan terasa pada konsumsi rumah tangga yang berkurang, dan pada gilirannya, bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah.

Kedua, PHK yang masif juga dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial. Tingginya angka pengangguran seringkali diiringi dengan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat dan ketidaksetaraan ekonomi. Hal ini dapat memicu ketegangan sosial, yang jika tidak ditangani dengan baik, bisa berujung pada konflik sosial yang lebih luas.

Ketiga, penurunan jumlah pekerja yang di-PHK juga berimplikasi pada penurunan pendapatan pajak dari sektor ketenagakerjaan. Jika banyak perusahaan melakukan PHK, maka otomatis pendapatan pajak yang diterima pemerintah dari sektor ini juga akan berkurang. Penurunan pendapatan pajak ini dapat berdampak pada anggaran pemerintah yang digunakan untuk berbagai layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Tinggalkan Balasan