JABAR EKSPRES – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, kerap muncul informasi hoaks yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Terlebih di era digital saat ini, yang dimana informasi mudah disebarluaskan, meskipun belum tentu kebenarannya.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Kota Cimahi-Bandung Barat Edwan hadnansyah kepada wartawan, Sabtu (15/6).
Oleh sebab itu, kata Edwan IJTI Korda Kota Cimahi-Bandung Barat atau IJTI Sangkuriang mengajak masyarakat untuk lebih tabayun dalam menerima informasi. Apalagi informasi yang belum bisa dibuktikan kebenarannya.
”Tidak dapat dipungkiri setiap menghadapi masa tahapan Pilkada Serentak, informasi hoaks kerap muncul. Padahal itu (informasi hoaks) bisa memecah belah persatuan,” ujarnya.
Tak hanya kepada masyarakat, Edwan juga mengajak para jurnalis, khususnya yang bertugas di Kota Cimahi dan Bandung Barat untuk senantiasa ikut menjaga kondusifitas dan kamtibmas dengan memberitakan hal-hal yang sesuai dengan fakta dan data di lapangan. Sehingga masyarakat pun bisa menerima informasi yang benar.
”Di sini peran jurnalis tak hanya mengungkap fakta tapi juga membangun narasi yang tepat sehingga tidak menimbulkan konflik,” terangnya.
Edwan menilai, informasi yang tidak benar dan mengandung hoaks bisa menggiring opini, hingga mampu menyulut perpecahan bangsa. Apalagi ditengah situasi politik.
”Jadi diperlukan pemberitaan yang benar dan tepat. Selain sebagai edukasi, pemberitaan pilkada juga bisa menjadi wahana politik bagi masyarakat,” ucapnya.
Dia menjelaskan, jurnalisme positif dapat berperan penting dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih harmonis. Dengan cara kerja jurnalistik yang profesional sesuai kaidah dan aturan yang berlaku.
”Maka informasi yang didapat harus sudah melalui mekanisme pengujian informasi sebelum disampaikan kepada masyarakat,” bebernya.
Meski demikian, lanjutnya, jurnalis juga tetap harus bersikap kritis sesuai fungsinya, sebagai media pendidikan dan kritik yang tercantum dalam amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Edwan menilai, tantangan penyebaran informasi terbesar saat ini justru datang dari media sosial. Dimana informasi sering kali tidak terverifikasi dengan mudah tersebar luas sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Oleh karena itu, kata Edwan, media massa yang terverifikasi harus tetap menjadi rujukan utama bagi masyarakat.