Tokoh Masyarakat Bandung Barat Berharap Bupati Mendatang dari Putra Daerah

JABAR EKSPRES – Sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Bandung Barat (KBB) berharap calon bupati dan wakil bupati Bandung Barat periode 2024-2029 asli dari putra daerah.

Harapan itu terkemuka pada saat tokoh masyarakat Kabupaten Bandung Barat melangsungkan kegiatan musyawarah rakyat Bandung Raya (Musra) dengan tajuk “Bade Kumaha Bandung Barat di Pilkada 2024” di Padalarang.

“Kepala daerah dari putra asli Bandung Barat, karena mereka paham kondisi daerah asalnya. Apalagi saat ini KBB memiliki segudang persoalan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat KBB, Kustiwa Kartawira kepada wartawan, Senin (10/6/2024).

Permintaan ini tentu bukan tanpa alasan. Kustiwa menilai Kabupaten Bandung Barat dengan berbagai persoalan utamanya berkaitan dengan keamanan tidak bisa dipimpin oleh orang yang bukan dari KBB.

BACA JUGA: Kartu Lansia Jakarta Tahap 2 Kapan Cair? Cek Informasinya Disini

“Nggak menjamin, apalagi sekedar hanya ingin menjadi pemimpin daerah tidak jelas visi misinya dan tidak paham Bandung Barat. Ini tidak menjamin , KBB akan terlepas dari persoalan-persoalan yang ada pada saat ini,” tegasnya.

Kustiwa percaya jika pemimpin asli putra daerah bisa menghadapi segudang permasalahan, jika diibaratkan, lanjut dia, jauh panggang daripada api tujuan pemekaran Bandung Barat.

“Ini permasalahan saya tidak berbicara teknis dan data kalau ngomong dari hasil statistik dan sebagainya itu hanya kamuflase dari hitungan angka, tetapi dari esensi daripada permasalahan ini contoh dari konteks IPM dan sebagainya,” paparnya.

Persoalan lainnya yang dihadapi Pemkab Bandung Barat adalah tata kelola pemerintahan yang tidak baik. Intinya mereka harus punya kesadaran dan kepatutan juga kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam tata kelola pemerintahan.

BACA JUGA: Disdagkoperin Upayakan Peningkatan Kualitas Koperasi di Cimahi

“Ini harus ada pemimpin yang mempunyai komitmen dan punya keberanian juga ketegasan untuk membenahi di lokasi sehingga mereka paham lagi dan menyadari bahwa kekuasaan itu bagian dari amanat publik artinya amat rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,” katanya.

Kustiwa mencontohkan, kasus yang terjadi akibat ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang mengakibatkan efektivitas dan sistem penggunaan anggaran pun menjadi blunder.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan