Sedikitnya ada 150 pendamping dengan 27 koordinator. Mereka tersebar di 27 kota kabupaten di Jabar. Mereka akan memberikan pendampingan dalam berbagai hal. “Seperti pengurusan legalitas hingga persoalan pemasaran,” jelasnya.
Program lain adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Misalnya terkait pemasaran hingga desain kemasan produk. Diskuk juga ada program pendampingan khusus UMKM naik kelas dalam bentuk inkubasi. Biasanya berisi pendampingan bisnis, kelas, hingga network. “Ini seperti kelas khusus, agar UMKM lebih cepat berkembang,” tuturnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi berpendapat bahwa sektor pertanian atau agrikultur di Jawa Barat masih bisa digenjot lagi melihat potensi yang cukup besar. Baginya, keberpihakan dan keseriusan kebijakan dari pemerintah guna mengkerek sektor pertanian agar lebih berkembang lagi.
Acuviarta berpendapat, masalah pertama petani adalah dari sisi finansial. Dukungan finansial terhadap petani cukup terbatas. Tidak banyak pihak perbankan yang mau mengkucurkan kredit kepada kaum petani. Alasannya karena terlalu beresiko. “Bank terlalu beresiko untuk beri kredit ke petani,” katanya.
Acuviarta melanjutkan, permasalahan berikutnya yang dialami petani adalah soal distribusi hasil panen. Distribusi klasik seperti tengkulak masih menjadi andalan petani. Kolaborasi dengan pelaku usaha sebagai offtaker cukup diperlukan. Peran pelaku usaha yang bergerak di hilirisasi sektor pertanian seperti Gholy Food akan cukup membantu petani.(son)