JABAR EKSPRES – Penelitian yang dipublikasikan di PLOS One telah mengidentifikasi hubungan signifikan antara sifat-sifat kepribadian gelap seperti sadisme, psikopati dan kecenderungan untuk terlibat dalam tindakan trolling online, bentuk interaksi online negatif yang dikenal karena mengganggu dan memprovokasi pengguna internet.
Namun, yang mengejutkan, penelitian tersebut menemukan bahwa mengalami penolakan sosial tidak secara signifikan meningkatkan motivasi seseorang untuk melakukan trolling.
Internet telah berkembang menjadi tempat interaksi sosial yang luas, di mana anonimitas bisa membuat seseorang menunjukkan sifat terburuknya.
Trolling, atau tindakan sengaja membuat kesal atau memprovokasi orang lain secara online, telah menjadi perhatian khusus karena efek berbahayanya terhadap kesejahteraan individu. Penelitian sebelumnya telah mengaitkan perilaku trolling dengan Dark Tetrad kepribadian — Machiavellianisme, narsisme, psikopati, dan sadisme.
Namun, hubungan yang rumit antara sifat-sifat ini, dampak penolakan sosial, dan peran humor dalam perilaku trolling masih kurang dipahami dengan baik memicu penyelidikan yang lebih mendalam.
Baca juga: Anak-anak Korban Penganiayaan Cenderung Memiliki Volume Otak Lebih Kecil
Rasa ingin tahu tentang trolling mendorong para peneliti untuk mereplikasi temuan sebelumnya yang menghubungkan Dark Tetrad dengan konsep tersebut sambil mengeksplorasi efek penolakan sosial terhadap keinginan untuk melakukan trolling.
Dari situ, mereka bertujuan untuk menyelidiki bagaimana gaya humor yang berbeda mungkin berkaitan dengan perilaku trolling. Tujuan mereka adalah untuk memberikan pemahaman tentang profil psikologis troll internet dan faktor-faktor situasional yang mungkin memengaruhi perilaku mereka, yang akan memberikan wawasan yang dapat membantu mengurangi dampak trolling pada komunitas online.
Para peneliti merekrut 1.026 peserta yang berbicara dalam bahasa Jerman dan menilai sifat-sifat kepribadian mereka, gaya humor, dan perilaku trolling umum melalui survei. Peserta kemudian secara acak ditugaskan ke skenario inklusi atau eksklusi sosial menggunakan paradigma Cyberball sebuah permainan virtual yang dirancang untuk mensimulasikan interaksi sosial dan penolakan.
Paradigma Cyberball mensimulasikan permainan lempar bola online di mana peserta dipimpin untuk percaya bahwa mereka bermain dengan peserta studi lainnya. Pada kenyataannya, “pemain” diprogram, memungkinkan para peneliti untuk mengontrol kondisi inklusi dan eksklusi dengan tepat. Peserta dalam kondisi inklusi menerima bola sepuluh kali dari 30 lemparan, sementara mereka dalam kondisi eksklusi hanya menerima satu kali, memungkinkan para peneliti untuk mengeksplorasi efek penolakan sosial terhadap perilaku trolling.