Kasus Kekerasan Tinggi, Jabar Jadi Sarang Predator Anak dan Perempuan

Eva menguraikan, dari laporan-laporan yang masuk tentu dinas akan langsung bergerak untuk penanganan. Mekanismenya melalui dinas terkait di tingkat kota kabupaten atapun lewat sejumlah mitra yang telah berkolaborasi dengan dinas.

Tingginya kasus kekerasan itu tentu jadi perhatian DP3AKB. Dinas juga telah banyak melakukan berbagai program pencegahan selain menindaklanjuti kasus yang telah mencuat. Misalnya melalui Puspaga, termasuk Sekoper Cinta. “Di sekolah perempuan itu tidak hanya pembelajaran keahlian. Tapi juga pengetahuan seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucapnya.

Eva juga mengakui bahwa tidak sedikit pelaku kekerasan terhadap anak ataupun perempuan itu adalah orang dekat. Mulai dari paman, hingga orangtua kandung. Makanya pendidikan hingga tingkat keluarga jadi penting.

Pengamat Sarankan Kerja Baru, Tidak Cukup Mendata Laporan

Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha turut merespon tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jabar. Menurutnya pemerintah perlu meningkatkan kerja baru dalam hal menekan angka kasus.

Arlan menguraikan, tingginya kasus itu memang bisa dilihat dari berbagai perspektif. Sisi positifnya adalah karena memang secara program aduan yang mendorong masyarakat untuk melapor adalah berhasil. “Tahun-tahun sebelumnya bisa jadi kasus juga banyak tapi tidak berani lapor. Sekarang sudah banyak korban yang speak up. Jadi program (sosialisasi lapor.red) berjalan,” katanya.

Menurutnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu bisa seperti fenomena gunung es. Makin banyak yang berani lapor itu juga makin baik. Sehingga bisa terpantau.

Ia juga menyarankan bahwa kerja pemerintah tentunya tidak berhenti pada mendorong masyarakat berani lapor saja. Tapi, perlu ada penanganan lebih lanjut terkait tingginya angka kasus tersebut. “Angka – angka yang besar itu (kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.red) harus dikonversi jadi kerja-kerja baru. Bagaimana kasus itu diselesaikan dan menjadi sedikit,” imbuhnya.

Langkah-langkah itu mulai dari pencegahan hingga penanganan kasus yang sudah mencuat. “Langkah antisipatif juga perlu agar kasus makin kecil,” paparnya.

Menurut Arlan secara sekilas memang banyak faktor penyebab kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Faktor itu mulai dari kurangnya wawasan dari pelaku maupun korban, hingga masalah gender. “Perempuan dianggap lemah dan kurang berani lapor juga masih perlu perhatian,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan