JABAR EKSPRES – Salah satu upaya pencegahan merebaknya sebaran kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui teknologi bakteri Wolbachia, hingga saat ini masih berproses dan belum berjalan optimal.
Ketua Peneliti Wolbachia Universitas Gadjah Mada (UGM), Adi Utarini mengatakan, pelepasan Wolbachia itu dilakukan bertahap. Peletakan ember berisi bakteri itu lebih kurang belasan kali atau bahkan lebih dari angka tersebut.
“Kalau 12 kali setiap dua minggu sekali, kan, itu berarti butuh 24 minggu. Nah itu faktor kurang optimalnya juga ada banyak ya,” ungkap Adi kepada wartawan, belum lama ini.
BACA JUGA: Laka Lantas di Jalan Raya Bandung-Garut, Pengendara Motor Gagal Nyalip Berujung Tabrak Mobil
“Nah sekarang ini yang saya dengar, masyarakat sudah kembali sekitar 60-70 persen yang dititipin ember itu, memahami dan sudah bersedia untuk dititipi ember,” sambungnya.
Disinformasi tentang teknologi Wolbachia yang tersebar di masyarakat pun, kata Adi, merupakan salah satu yang menyebabkan tidak optimalnya pencegahan kasus DBD tersebut. Padahal metode ini tidak berbahaya.
“Disinformasinya cukup hebat saat itu, sehingga menimbulkan rasa khawatir. Kemudian ada cukup banyak yang lalu takut untuk dititipi embernya. Tentu lalu pelepasannya menjadi tidak optimal,” katanya.
BACA JUGA: Tercatat 145.215 Pemudik Bakal Tinggalkan Bandung saat Lebaran Tahun Ini
Sementara itu, dirinya menambahkan apabila hal ini harus berjalan lancar terlebih dahulu. Setidak sampai dengan kurang lebih 12 kali. Di mana kemudian Wolbachia itu sudah ada sebesar 60% dari nyamuk yang ada di alam.
“Nah itu butuh waktu memang karena kalau dia gak mencapai 60%, nanti proteksi untuk penurunan kasus dengue-nya mungkin belum bisa optimal,” tambahnya.
“Jadi harus dikejar dulu sampai 60%, kemudian nanti secara bertahap kasus denguenya baru bisa akan terjadi penurunan,” pungkasnya.