JABAR EKSPRES – Setelah 17 Tahun jadi wacana, pembangunan Bandung Intra Urban Tol Road (BIUTR) telah masuk tahap Groundbreaking. Rencananya, pembangunan yang berasal dari dana APBN tersebut diproyeksikan guna melerai kemacetan di Kota Bandung.
Namun, tepatkah pembangunan BIUTR tersebut di tengah banyaknya jalan di Kota Bandung yang tak layak dengan penduduk kota yang melebih 2 juta jiwa.
Peneliti Independen sekaligus Pengamat Tata Kota, Frans Ari Prasetyo mengkritisi terkait pembangunan BIUTR yang akan segera direalisasikan di Kota Bandung. Terlebih, Bandung telah disuguhi pembangunan flyover yang masif dilakukan dalam kurun 8 tahun terakhir.
BACA JUGA: Kunjungan Penumpang ke BIJB masih Rendah, Rute Penerbangan Baru Diupayakan
Menurutnya, Bandung secara geologis-geografis dan morfologis tidak memungkinkan dibangunan infrastruktur yang besar dan berat. Terlebih, pembangunan sebelumnya yakni flyover yang dilakukan secara masif menyebabkan kompaksi lahan semakin ekstrim.
“Karena (Pembangunan) akan menciptakan beban ekologis ekstrem di samping sebagai kota rawan bencana,” katanya, dilihat Jabar Ekspres Rabu (13/3)
Disisi lain, pembangunan tol dalam kota akan berdampak pada berubahnya struktur morfologi Kota Bandung yang bakal merugikan masyarakat. Morfologi sendiri merupakan perwujudan daratan di muka bumi, yang merupakan hasil peningkatan atau penurunan tanah melalui proses geologis.
Hal ini imbas dari penggunaan lahan yang berdampak pada proses pengendapan dan berkurangnya ketersediaan air. Di sisi lain, pertambahan jumlah kendaraan bakal semakin tak terkendali akibat adanya BIUTR tersebut.
BACA JUGA: Kabupaten Bandung Masih Diguyur Hujan saat Ramadhan 2024, Potensi Bencana Perlu Diwaspadai
“Tol dalam kota ini akan mengubah struktur morfologi kota yang dapat merugikan masyarakat, pertambahan kendaraan tidak terkendali yang akan menyebabkan deadlock,” ujarnya.
Dengan demikian, Kota Bandung bakal semakin menjauh dari kawasan nyaman, ramah, dan berkelanjutan.
Terlebih, apabila realitas yang terjadi nyatanya BIUTR ini tidak mampu melerai kemacetan di Kota Bandung. Apakah pembangunan flyover bakal kembali masif dilakukan, atau justru membangun tol dalam kota secara bertingkat yang kemudian semakin memperparah kompaksi lahan di Kota Bandung.
Adapun terkait rute yang bakal dibangun, dilansir dari laman BPK RI menyoal Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Pasal 29 Tahun 2022 – 2024 menyebutkan, Nomenklatur jalan bebas hambatan dalam kota Utara-Selatan yang merupakan kelanjutan dari jalan bebas hambatan Soreang-Pasirkoja yang terkoneksi dengan jalan bebas hambatan dalam kota Terusan Pasteur-Ujungberung disempurnakan nomenklaturnya sesuai informasi dari DBMPR Prov. Jawa Barat.