JABAR EKSPRES – Cuplikan puisi Kuburan Kami Ada Dimana-mana karya mendiang Chalik Hamid dalam pembukaan film dokumenter Eksil karya Lola Amaria langsung menyentuh dada dengan kehangatan nostalgia. Kuburan para eksil tersebar di berbagai negeri dan benua, menciptakan jejak yang sulit dihapuskan. Dalam film ini, Lola Amaria membawa kita menyelusuri kolektifitas trauma dan ketidakadilan yang dialami oleh 10 orang eksil Indonesia yang diasingkan di luar negeri karena dicap terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era Orde Baru.”
Eksil: Jejak Menyakitkan Orde Baru
Film dokumenter Eksil, dengan durasi 119 menit, tidak hanya mengisahkan kisah hidup 10 orang eksil, tetapi juga menjadi refleksi mendalam atas bayang-bayang penguasa Orde Baru yang mewarnai masa lalu Indonesia. Para pemuda Indonesia yang semula berangkat dengan beasiswa ke Uni Soviet dan China pada masa pemerintahan Soekarno, harus menghadapi perubahan drastis ketika Soeharto naik takhta.
Pada era Orde Baru, label sebagai bagian dari PKI atau terkait dengan paham komunisme dianggap sebagai stigma serius. Film ini dengan apik menggambarkan bagaimana mereka yang dicap tanpa parameter objektif harus merasakan penderitaan, kehilangan hak dasar, dan bahkan kehilangan kepercayaan pada orang-orang terdekat.
Lola Amaria dan Gunawan Rahardja sebagai penulis film berhasil menyajikan kesaksian para eksil dengan kelembutan yang menusuk hati. Tanpa dramatisasi berlebihan, film ini membangun kekhawatiran akan kemungkinan kembalinya kediktatoran di Indonesia. Keadaan politik saat itu seolah menyatu dalam ingatan kolektif para eksil, memperdalam kepedihan yang mereka rasakan.
Humanisme dalam Narasi
Penyunting Shalahuddin Siregar dengan bijak menjaga kekompakan film, baik dari segi tata suara maupun ilustrasi. Minimalisasi ini memberikan ruang bagi aspek humanisme dalam kisah para eksil, yang sejatinya hanya menginginkan keadilan dan permintaan maaf dari penguasa negara. Namun, sayangnya, impian sederhana itu belum sepenuhnya terwujud bagi sebagian dari mereka.
Eksil bukan hanya sekadar menyampaikan kisah pahit, tetapi juga menjadi terima kasih kepada para eksil yang bersedia berbagi cerita. Alm. Asahan Aidit, Alm. Chalik Hamid, Alm. Kusian Budiman, Alm. Sardjio Mintardjo, Hartoni Ubes, I Gede Arka, Kartaprawira, Sarmadji, Tom Iljas, dan Waruno Mahdi adalah pahlawan yang layak diingat. Mereka yang telah berpulang, istirahatlah dengan tenang di kuburan abadi, sementara perjuangan mereka tetap hidup dalam kenangan.