Fifi menerangkan, hal tersebut dikarenakan saat ini masyarakat Tionghoa di Kota Cimahi sudah beralih ke modernisasi, sehingga budaya Tionghoa yang dilestarikan orang tuanya sudah jarang digunakan.
“Udah beda zaman sih jadi sudah jarang, paling kalau Imlek ya kumpul keluarga saja,” ungkapnya.
Di tempat berbeda, Halim Handjojo (46) pemilik toko meubel mengatakan hal serupa, karena tradisi orang tua sudah jarang digunakan.
“Dulu orang tua kita suka pasang hio di depan rumah atau toko, semenjak mereka sudah tidak ada jadi kita fokus ke usaha,” jawab Halim.
Tidak adanya tempat ibadah umat Konghucu di Kota Cimahi yakni klenteng, maka mayoritas warga Tionghoa beribadah di rumah masing-masing.
“Kita ibadah di rumah masing-masing, soalnya disini (Cimahi) gak ada klenteng kan, ada juga jauh harus ke Bandung Barat atau ke Kota Bandung,” paparnya.
Budaya dan tradisi perayaan Imlek tetap dijaga dengan baik oleh generasi tua. Kwee Kartawiharja Kusuma (52), yang akrab dipanggil Ko Kwik, mengungkapkan bahwa ia masih melanjutkan tradisi tersebut dengan memasang hio di depan rumahnya karena orang tuanya masih ada dan masih sering melibatkan diri dalam kegiatan tersebut.
“Orang tua saya masih ada, dan kami masih aktif dalam mempertahankan tradisi ini. Setiap tahun, saya masih memasang hio di depan rumah sebagai bagian dari perayaan Imlek,” ucap Ko Kwik.
Selain itu, Ko Kwik juga tetap merayakan momen berkumpul bersama keluarga dengan menyajikan hidangan khas Imlek seperti kue keranjang, jeruk, dan Siu Mie.
“Selain itu, keluarga kami juga tetap merayakan momen berkumpul bersama keluarga dengan menyajikan hidangan khas Imlek seperti kue keranjang dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Menurut Ko Kwik, perayaan Imlek seperti pertunjukan barongsai dan lampion sudah jarang bahkan hampir tidak ada di kota Cimahi saat ini. Dia menyebutkan, hal ini disebabkan oleh modernisasi yang telah menggeser tradisi budaya Tionghoa.
“Saat ini sudah jarang bahkan hampir tidak ada perayaan Imlek seperti barongsai dan lampion di kota Cimahi sendiri,” paparnya.