Mestro Sebayang menambahkan, pejabat politik berusia senja merasa paling berpengalaman, sehinga suara anak muda hanya dijadikan alat peraga dan pemenangan semata.
“Saya tegaskan, GenZ dan GenY mempunyai kompetensi dan konsekuensi yang menakutkan, mereka berani SpeakUp, berani bersikap dan Kritis,” tegas Mestro Sebayang.
“Wajar hal ini menakutkan bagi senior-senior di dunia politik, sehingga dibangun narasi-narasi yang membuat GenZ dan GenY antipati terhadap politik,” ungkap Mestro Sebayang.
“Bisa saja mereka menjadi golput dan tidak peduli, salah satunya dengan istilah bocah ingusan yang terus dinarasikan,” kata Mestro Sebayang.
Mestro Sebayang menegaskan, pada akhirnya Praboetama Relawan Peringatan KAA ke-60 membentuk relawan GibranationZ.
“Kami memanggil seluruh generasi muda saat ini, untuk bersatu mendukung Gibran Rakabuming Raka yang mewakili kita semua yang disebut bocah ingusan,” kata Mestro Sebayang.
Mestro Sebayang mengingatkan, bagi siapa pun milenials yang pernah berusia 20-an, untuk ingat pada masa-masa itu mereka turun ke jalan, tepatnya 9 tahun yang lalu.
“Kita selalu dipandang tidak mampu dan tidak berpengalaman, namun kini GenZ juga merasakan hal yang serupa, pemilih pemula dipandang ingusan, padahal Indonesia Emas adalah masa mereka nanti,” ujar Mestro Sebayang.
Mestro Sebayang mengatakan, GenZ butuh kesempatan, dan jangan jadikan Indonesia menjadi cemas hanya karena predikat ingusan dilekatkan kepada mereka,
“Opini-opini publik seringkali membuat kita terhipnotis untuk menjadi tidak mau terlibat, karena mereka takut bila GenZ dan GenY bersatu kita menjadi kuat, kita dihipnotis agar menjadi generasi yang bungkam, karena bila berteriak akan menjadi hebat,” ungkap Mestro Sebayang.
Mestro Sebayang menjelaskan, golput dan antipati membuat anak-anak muda tidak berdaulat secara politik, “Jangan mau diajak berkonspirasi dengan siapapun yang mengandalkan Money Politics untuk mencapai kekuasaan mereka dan menggerus kedaulatan kita, ujarnya, “Korupsi membunuh mimpi, korupsi membuat bangsa ini lemah dalam berdikari secara ekonomi,” tegasnya.
Mestro Sebayang menegaskan, meninggalkan nilai-nilai budaya keberagaman dan kebhinekaan membuat kita tidak lagi berkepribadian.