BANDUNG – Mestro Sebayang yang merupakan anggota ‘Praboetama’ yakni Relawan Peringatan KAA (Konperensi Asia Afrika) ke-60 mengungkapkan, peringatan 60th KAA tidak dapat membendung semangat muda kerelawanan di Kota Bandung yang datang dari berbagai arah dan daerah.
“Mereka benar-benar relawan, mereka tidak dibayar, 9 tahun yang lalu sejumlah 35.000 relawan mendaftarkan diri untuk perhelatan peringatan KAA yang diselenggarakan selama 7 (tujuh) hari di Kota Bandung dan mereka adalah relawan KAAOne,” ungkap Mestro Sebayang, Rabu, (24/1/2024), di Kota Bandung.
Mestro Sebayang mengungkapkan, saat itu 5.000 relawan terlibat setiap hari selama 24 jam dan tidak menerima bayaran sepeser pun “We are volunteers, We are not Hero, but Legend,” ujarnya.
Mestro Sebayang menjelaskan, KAA adalah perhelatan politik yang bersejarah di Kota Bandung, yang tahun depan sejarah itu telah berusia 70 tahun.
“Dasa Sila Bandung merupakan Solidarity From Bandung to The World, KAA adalah sejarah dan KAAOne adalah legenda yang semangatnya tidak pernah hilang, karena sejarah, maka tercipta arah,” kata Mestro Sebayang.
Mestro Sebayang menambahkan, tahun 2024 adalah tahun politik, maka generasi muda tidak boleh antipati, alergi, apalagi GolPut, “GenZ adalah Generasi Kritis, dan bukan generasi instant yang sering disematkan oleh orang-orang tua,” tegasnya.
Mestro Sebayang menjelaskan, KAAOne terbentuk karena peringatan momentum politik, dan pada tahun politik ini KAAOne memastikan ambil bagian dalam sejarah Pemilu 2024.
Mestro Sebayang menegaskan, Solidarity From Bandung For Indonesia, GenZ dan GenY di Indonesia akan bersatu, “We are silent, but majority in harmony, Unity in Diversity,” tegasnya.
Lebih lanjut Mestro Sebayang mengatakan, melihat fenomena “bocah ingusan” yang seringkali disematkan kepada Cawapres Gibran Rakabuming Raka, KAAOne merasakan anak muda selalu dipandang demikian.
“Anak muda selalu dipandang ingusan, dan tidak berpengalaman, maka tidak langka jika anak muda menjadi golput karena dipandang demikian,” ungkap Mestro Sebayang.
“Sehingga anak muda malas dan tidak peduli dengan dunia politik, apalagi di dunia politik anak muda acapkali hanya dijadikan vote-gathers, hanya bisa bercanda, namun banyak pejabat politik berusia senja tidak mau turun tahta,” ujar Mestro Sebayang.