JABAR EKSPRES- Dalam bukunya “Cuisine and Empire: Cooking in World History” (2013), Rachel Laudan mencatat bahwa rentang waktu antara tahun 800 hingga 1650 Masehi merupakan masa ketika Islam memengaruhi perubahan kuliner di sebagian besar wilayah Asia.
Laudan membagi periode ini menjadi dua tahap yang mencerminkan evolusi kuliner yang signifikan.
Pertama, mencakup kuliner Persia-Islam yang dimulai pada abad kedelapan dan kesembilan. Penyebarannya merata dari pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah di Irak hingga Afrika Utara, Eropa Selatan, dan India.
BACA JUGA : Peran dan Sejarah Emas dalam Agama Islam
Inovasi signifikan termasuk penggunaan bahan-bahan kimia yang bermanfaat untuk tubuh, serta pemurnian dan penyulingan gula. Hasilnya adalah beragam makanan dan minuman seperti sirup, minuman, manisan gula, buah-buahan, kacang-kacangan, dan penganan berbahan adonan tepung.
Puncak perkembangan ini terhenti pada abad ke-13 akibat invasi tentara Mongol yang menghancurkan Baghdad. Tahap kedua adalah era kuliner Turki-Islam yang dimulai dengan Dinasti Turki Usmani, Safawi di Persia, dan Mughal di India.
Bahan-bahan utamanya termasuk beras, biji-bijian, dan pilaf yang diperkaya dengan rempah-rempah. Era ini juga ditandai dengan maraknya minuman kopi di seluruh wilayah Islam, yang kemudian terkenal di seluruh dunia.
Pengaruh kuliner Islam tidak hanya mencakup Asia daratan tetapi juga wilayah di Gurun Sahara (Afrika) dan Indonesia. Periode ini menjadi transisi menuju era kuliner modern setelah kejayaan kuliner Turki-Islam.
Laudan menekankan popularitas roti sebagai makanan pokok, terutama di Baghdad, yang merupakan pusat kosmopolitan dengan banyak tukang roti yang memanfaatkan sumber daya air untuk produksi roti.
Dalam konteks ini, bahan makanan baru dan eksotis dari berbagai wilayah, seperti madu dari utara, rempah-rempah dari India dan Asia Tenggara, menciptakan kekayaan rasa dan aroma dalam kuliner Islam.
BACA JUGA : Hati-hati ini 6 Tipu Daya Setan yang Harus Kamu Ketahui
Makanan manis menggunakan madu dengan tambahan perasa alami, seperti air mawar, dan pewarna alami seperti kunyit, safron, delima, atau bayam. Kitab al-Warraq bahkan mencatat lebih dari 50 resep makanan manis termasuk gulali, marzipan, dan kue-kue berisi krim dan kacang-kacangan.