JABAR EKSPRES – Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, menilai pentingnya penyelidikan lebih lanjut terhadap aliran dana mencurigakan sebesar Rp 195 miliar yang masuk ke 21 rekening bendahara partai politik. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa kampanye Pemilu 2024 bebas dari pendanaan yang tidak jelas.
“Masuknya bukan ke pengelolaan (dana kampanye) resmi. Ini menjadi gambaran ketika banyak aktivitas kampanye yang didanai melalui jalur yang tidak resmi,” ujar Kahfi dalam sebuah diskusi virtual pada Selasa (16/1/2024).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengungkapkan adanya penerimaan dana sejumlah ratusan miliar rupiah dari luar negeri dalam rekening bendahara 21 partai politik selama tahun 2022-2023. Kahfi mendorong agar temuan ini menjadi dasar untuk diselidiki lebih lanjut oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
BACA JUGA : Warga Protes, APK di Sukabumi Dicoret “Pohon Bukan Tempat Kampanye”
“Temuan dari PPATK sangat bermanfaat untuk melakukan pengecekan ulang terkait keakuratan laporan dana kampanye. Karena ada laporan dari partai politik yang belum lengkap dan sesuai,” kata Kahfi.
Kahfi menekankan pentingnya KPU dan Bawaslu memperhatikan temuan PPATK, terutama dalam mengkaji aliran masuk dan keluar dana kampanye. “Data dari PPATK menjadi data pembanding untuk KPU dan Bawaslu guna memeriksa semua transaksi masuk dan keluar dari partai politik,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Kahfi juga mendesak Bawaslu untuk tidak ragu-ragu melakukan pemeriksaan terhadap temuan dari PPATK. Bahkan, menurutnya, Bawaslu bisa memanggil KPU untuk menjelaskan laporan awal dana kampanye (LADK) yang telah dikumpulkan dari partai politik.
“Bawaslu harus merespons temuan ini, terutama jika ada perbedaan atau temuan yang tidak sesuai dengan LADK awal, ini cukup aneh. Setidaknya Bawaslu bisa memanggil KPU untuk meminta penjelasan,” ungkap Kahfi.
Temuan PPATK yang menyebutkan adanya penerimaan dana sejumlah ratusan miliar rupiah dari luar negeri dalam transaksi rekening bendahara 21 partai politik sepanjang tahun 2022-2023 telah memicu desakan untuk mengungkap potensi adanya dana tidak sah yang masuk ke partai politik. Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendukung agar KPK membuka informasi terkait tindak lanjut terhadap aliran dana tersebut. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam menggali temuan PPATK ini, mengingat adanya potensi eskalasi politik menjelang Pemilu 2024.