JABAR EKSPRES – Polemik kepemilikan Stadion Persib yang berlokasi Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung kembali mencuat. Humas Sidolig, Toto meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengembalikan status kepemilikan stadion tersebut kepada pihaknya.
“Kembalikan ke Sidolig, nanti Sidolig akan memberikan suatu penggantian biaya renovasi yang sudah dikeluarkan APBD,” kata Toto, Senin (15/1)
Perlu diketahui, sebelum berganti nama menjadi Stadion Persib, lapangan yang berada di tengah pusat Kota Bandung tersebut sebelumnya bernama Stadion Sidolig. Pergantian itu berubah setelah kepemilikan beralih kepada Pemkot Bandung.
BACA JUGA: Soal Polemik Hari Jadi Persib, Pengamat: Hati-Hati Terjadi Dualisme
Dengan peralihan status kepemilikan itu, Toto meminta agar Pemkot Bandung bisa membeli lahan tersebut sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Terlebih, diakui Toto, Wali Kota Bandung sebelumnya yakni Oded secara inplisit mengungkapkan bahwa lapangan tersebut bukan milik Pemkot.
“Kalau misalnya dibeli oleh pemerintah dengan harga NJOP silahkan. Kalau misalnya pemerintah tidak sanggup membeli lahan tersebut, kita hadirkan pihak ketiga untuk duduk bersama. Itu opsinya,” ujarnya.
“Bahkan almarhum pak Oded mengatakan pemerintah tidak akan sanggup untuk membeli seperti itu, mungkin harus lewat beberapa kali anggaran, jadi gabisa sekaligus. Itu pernyataan pa oded mengatakan begitu,” lanjutnya
Selain Odet, menurut Toto, Dada Rosada pun pernah menyatakan kesalahan pemerintah atas renovasi Stadion Persib pada tahun 1997. Hal itu berkenaan dengan kepemilikan stadion yang dinaungi oleh Sidolig.
“Bahkan pak Dada mengatakan, tahun 1997 itu kan direnovasi, pak Dada membangun lah ceritanya. Setelah lama berjalan, pak Dada ketemu pa Dadi dan ngobrol. Kata pak Dada, kalau kaya gitu mah pemerintah teh salah, pa Dada sendiri yang ngomong,” ungkapnya.
Dalam hal ini, pihak Sidolig menyayangkan tak adanya pembicaraan yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam setiap proses yang berkait dengan Stadion Persib. Padahal, secara inplisit, pihaknya memiliki hak sebagai pemilik lapangan tersebut.
“Kesalahannya kita terlalu mempercayakan kepada pihak ketiga, jadi mungkin pihak ketiganya ini tidak nyambung. Artinya, sebetulnya dari sana sudah ada pembicaraan, tapi ke kitanya ga nyampai. Malah, kita mendengar dari pihak lain,” katanya.