JABAR EKSPRES – Selama puncak musim hujan di Provinsi Jawa Barat, penting bagi semua pihak untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Evaluasi ini diperlukan agar tidak hanya menyalahkan faktor alam semata. Kembali, intensitas hujan dan angin menjadi salah satu kesimpulan umum terkait sebab dan akibat terjadinya bencana di seluruh wilayah.
Meskipun hujan lebat berlangsung secara berkepanjangan, wilayah Provinsi Jawa Barat telah mengalami deforestasi dan degradasi kawasan hutan yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini perlu diperhatikan sebagai fenomena yang terus berlanjut dan berdampak pada kondisi lingkungan di wilayah tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengatakan perubahan bentang alam terjadi akibat pergeseran fungsi kawasan yang berlebihan, baik di pedesaan, perkotaan, maupun daerah perkotaan.
“Perubahan tersebut membawa dampak negatif yang signifikan terhadap keberlanjutan lingkungan,” ucapnya pada Jabar Ekspress melalui seluler, Minggu, 14 Januari 2024.
BACA JUGA: Potensi Gempa di Sesar Lembang, Kota Cimahi Berpotensi Terdampak
Wahyudin menyampaikan, berdasarkan data dari opendata. Jabar tahun 2022, tercatat luas lahan kritis di Jawa Barat mencapai 907.683,68 Ha. Diperkirakan, jumlah lahan kritis ini terus meningkat seiring dengan campur tangan berbagai kegiatan, termasuk rencana infrastruktur, pembangunan properti, aktivitas pertambangan, dan peningkatan permintaan izin wisata alam di Jawa Barat yang semakin tidak terelakkan hingga saat ini.
“Baik yang eksisting maupun yang sedang terus dipaksakan dijalankan di bangun. Sementara jika di urai lahan kritis yang terdapat di Bandung Raya, missal Kabupaten Bandung terdapat seluas 46.678,84 ha dengan status sangat kritis,” imbuhnya.
“Kab.Bandung Barat terdapat seluas 53.018,62 Ha, Kota.Bandung 837,42 Ha dan Kota.Cimahi terdapat seluas 616,03 Ha, yang mana masing-masing statusnya dalam kondisi sangat kritis,” tambah Wahyudin.
Menanggapi bencana pada 11 Januari 2024, serangkaian peristiwa bencana melanda Bandung Raya kemarin. Wahyudin menanggapi, terjadinya bencana di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Bencana ini akibat akumulasi kegiatan yang tidak mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan keselamatan manusia saat merubah kondisi alam dari hulu hingga hilir.
“Dapat kami uraikan missal perubahan bentang alam di KBB dan kota Cimahi salah satu factor penyebabnya adalah perubahan bentang alam oleh Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), tidak luput juga alih fungsi di dua kabupaten kota tersebut tidak lepas dari kegiatan maraknya pembanguna property dan ijin wisata alam baik di hilir hingga kawasan hulu,” paparnya.