“Biasanya memang KA Turangga jam segitu melintas, sudah kebiasaan sehari-hari di sawah saya lihat. Kalau tadi saya gak tahu kenapa KRD Lokal itu maju dari Haurpugur mau ke Cicalengka, biasanya diberhentikan dulu kalau gak di Haurpugur ya di Rancaekek,” paparnya yang masih terduduk di kursi depan rumah.
Ujang menyampaikan, sinyal di lajur lintasan yang biasanya digunakan untuk menandakan ada kereta api siap melaju, dari dua arah berdiri, yang artinya kedua arah baik dari Timur maupun Barat akan muncul KA.
“Kejadiannya cepat juga dan pas di lokasi tabrakannya itu lintasan kereta apinya sedikit belok, mungkin masinis gak melihat dari kejauhan kalau di depannya ada kereta di satu lintasan yang sama, tahu-tahu sadarnya pas sudah dekat,” ungkapnya.
“Tabrakanlah sampai muncul dentuman keras dan keluar asap hitam pekat. Kereta saling menumpuk dan keluar jalur lintasan,” pungkas Ujang yang tak henti menggerakkan kedua lengannya, mengajak membayangkan situasi tabrakan KA tersebut. (Bas)