Oleh Yogaprasta Adi Nugraha
Saat ini, Indonesia menghadapi masalah kemiskinan di kalangan generasi muda. Menurut data BPS (2017), jumlah orang muda yang tidak bekerja (usia 15-24 tahun) dua kali lipat dari jumlah orang dewasa.
BPS juga mencatat pada tahun 2013 bahwa sektor pertanian, khususnya pertanian rakyat, masih menjadi tempat utama penyerapan energi kerja, meskipun jumlahnya menurun hingga 40 persen.
Detail lebih lanjut menunjukkan bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja muda paling banyak, yaitu 32 persen dari total tenaga kerja muda dan 54 persen dari angkatan kerja muda di desa (BPS, 2013).
Namun, dalam satu dekade terakhir, muncul kekhawatiran besar terkait penurunan jumlah rumah tangga petani hingga 5 juta, yang disebut sebagai ‘deagrarianisasi’ (Nugraha & Herawati, 2015). Hal ini mengindikasikan masalah dalam regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian, di mana generasi muda kehilangan minat untuk terlibat di bidang ini. Padahal, pertanian mempunyai peran penting dalam kontribusi ekonomi negara dan menyediakan lapangan kerja, terutama di pedesaan, khususnya bagi tenaga kerja muda.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugraha & Supriatna (2020), Nugraha (2012), dan White (2020) menunjukkan beberapa alasan mengapa pemuda desa meninggalkan pertanian, seperti kurangnya akses tanah, citra negatif pertanian dalam sistem pendidikan, masalah kinerja pertanian, dan kurangnya akses dukungan sosial, termasuk dari orang tua.
Sekolah memainkan peran penting dalam membentuk persepsi terhadap berbagai jenis pekerjaan, termasuk yang terkait dengan sektor pertanian.
Menurut penelitian Nugraha (2012) dan Nugraha Huijmans (2010), sekolah, melalui sistem pendidikan dan interaksi guru-siswa, bertanggung jawab dalam mengembangkan generasi petani muda. Namun, dalam praktiknya, baik di pedesaan maupun di perkotaan, pendekatan terhadap pertanian dalam kurikulum sekolah masih jarang dan tidak menjadi fokus utama.
Di pedesaan, isu pertanian sering dikaitkan dengan topik lingkungan hidup dan perubahan iklim di sekolah. Di sisi lain, di perkotaan, terutama pada tingkat dasar sekolah, pengetahuan tentang pertanian biasanya disampaikan melalui program lapangan seperti Agroeduwisata.
Meskipun kegiatan ini mencoba mengenalkan anak-anak pada aspek-aspek pertanian, seperti menanam padi atau belajar melalui kegiatan dengan kerbau, sampai pada pengenalan simbol pertanian seperti topi Caping.