Kini masyarakat tidak lagi harus menunggu pesan, namun mereka dapat berperan secara aktif dalam mencari informasi, baik menggunakan cara konvensional hingga modern, yakni dengan menggunakan mesin pencari seperti google, bing, yahoo, dan lain-lain. Bahkan dalam media sosial pun, masyarakat dapat secara aktif menuliskan kata kunci dalam pencarian informasinya.
Namun dari kebiasaan baru tadi, juga memberikan dampak lain, yakni masyarakat sudah tidak memerhatikan kredibilitas dari sumber informasi. Masyarakat lebih memilih meyakini kebenaran informasi tanpa melihat atau menyadari kredibilitas sumber informasi.
Laporan KIC dan Kemenkominfo menegaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir, sumber informasi daring seperti media sosial dan berita media massa daring cenderung mengalami peningkatan tingkat kepercayaan. Sementara media massa konvensional seperti televisi, media cetak, dan radio mengalami penurunan. Hal ini menjadi relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis pada 2019 silam, bahwa kecenderungan masyarakat dalam mencari informasi tidak berdasarkan pada penyampai berita, namun lebih pada informasinya sesuai dengan keyakinan atau tidak.
Dua Segmen pencari informasi
Di Indonesia, populasi masyarakat dibagi pada enam pengelompokkan berdasarkan tahun kelahiran, yaitu : Post Generasi Z (Post Gen Z), Generasi Z (Gen Z), Milenial, Generasi X (Gen X), Baby Boomer, dan Pre-Boomer. Setiap generasi dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dan perkembangan teknologi pada masanya. Sehingga setiap generasi memiki preferensi yang berbeda, termasuk dalam hal pencarian informasi.
Dalam riset yang dilakukan penulis baru-baru ini, memberi penekanan pada dua segmen krusial dalam keluarga, yakni generasi X dan Z. Generasi X sebagai orang tua, dan generasi Z sebagai anak remaja yang kerap memiliki dikotomi pandangan yang saling bertolak belakang.
Generasi X, adalah generasi yang lahir sebelum kehadiran internet sebagai media baru, yakni antara tahun 1965 hingga 1980. Di masa mereka, masih di dominasi media arus utama (media mainstream), yang cenderung satu arah, sehingga menempatkan mereka sebagai konsumen dari beragam konten media. Tidak aneh, jika generasi ini perlu proses adaptasi bertahap, antara menggunakan dan atau membatasi, hingga menjadikan media baru dengan beragam kontennya sebagai bagian dari kebutuhan utama.