Larangan Mengucapkan Selamat Natal Bagi Umat Muslim Menurut Para ulama, Dari Ustad Abdul Somad sampai Habib Ja’far

3. Ustadz Felix Siauw

Sama halnya dengan yang diucapkan Ustadz Felix Siauw, yang menyebutkan, bila ada seseorang mengucapkan selamat Natal pada agama lain yang sedang merayakannya, pada intinya dia sedang mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan dia dan tentu saja ini adalah sesuatu yang salah.

“Walaupun mungkin esensi yang kita maksud berbeda dengan yang dipahami oleh agama yang lain, tapi pada intinya kita bisa mengetahui bahwa setiap hari raya pada sejatinya adalah syiar-syiar agama,” ujarnya.

Baca juga :  Berlibur Puas di Taman Safari Bogor, Paket Lengkap Menginap Malam Natal Mulai Rp2 Jutaan!

Dia menambahkan, sesungguhnya dengan mengucapkan selamat pada perayaan agama lain, sama saja kita sedang membantu syiar-syiar agama yang justru kita tidak meyakininya, bahkan bertentangan dengan apa yang kita yakini bahwa Allah itu satu Allah.

“Ini pun tidak dapat dibenarkan, karena itulah yang paling benar bagi seorang muslim adalah, ketika dia menghadapi hari raya orang lain dia berdiam diri,” tambahnya.

4. Ustad Khalid Basalamah

Ustadz Khalid Basalamah juga memberikan pendapatnya tentang hukum memberikan ucapkan pada perayaan agama lain.

“Bahwa orang-orang muslim yang mengatakan bahwasanya boleh saja mengucapkan selamat Natal, Saya berani sumpah Ikhwan, orang ini tidak punya ilmu agama dan imannya masih sangat tipis,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan maksud ucapannya tersebut, bahwa mengucapkan selamat Natal kepada orang Nasrani sama mengatakan selamat Allah punya anak.

“Bagaimana bisa Anda berani mengatakan Allah punya anak, itu kalimat yang sangat berat, tidak boleh, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak ada sekutu baginya, dan tidak diperanakkan.”

Dia juga menegaskan, Allah telah mengkafirkan orang-orang Nasrani dalam surah al-maidah, telah kafir orang-orang Nasrani yang mengatakan Trinitas.

5. Habib Ja’far

Berbeda dengan pendapat Habib Ja’far. Mengucapkan natal atau merayakan Natal memurut Habib Ja’far kembali ke orangnya.

“Dia meyakini itu boleh atau enggak kalau dia meyakini itu boleh, berarti dia berpegang ke ulama-ulama yang memperbolehkan. Yang menganggap itu urusan hubungan sopan santun sesama manusia, yang sesungguhnya muamalah.” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan