“Tapi hal tersebut sebenarnya bisa di atasi atau kemudian di antisipasi. Ini bukan persoalan literasi, mereka itu sudah paham dengan literasi bagaimana kampanye pemilu dan lain sebagainya mereka itu sudah paham,” sambungnya.
Menurut Arlan, tugas dan peran Panwaslu sangat penting untuk mengklarifikasi apa yang diizinkan dan apa yang tidak diizinkan dalam konteks ini. Meskipun masih ada kesempatan yang bisa digunakan yang kemudian menjadi tafsir tidak melanggar.
“Disini kemudian perlu ada tugas dan fungsi dari panwaslu sehingga mana yang boleh dan mana yang tidak ini menjadi terang benderang. Saya temukan beberapa calon legislatif mereka multitafsir atas ini, ini diperbolehkan atas batasnya tidak lebih dari sekian puluh ribu memberikan sembako dalam tanda kutip, tetapi batasnya tidak lebih,” jelasnya.
“Nah, ini tafsir-tafsir yang kemudian menurut saya bukan persoalan angkanya, tapi adalah perilaku atau praktek ini yang membuat demokrasi kita tidak menuju ke arah yang lebih dewasa,” sambungnya.
BACA JUGA: Perkuat Pengawasan Pemilu, Bawaslu Jabar Gelar Konsolidasi
Arlan menerangkan, jika pelanggaran kecil di lapangan sudah berlangsung secara luas, Bawaslu perlu mencari strategi baru untuk mencegahnya dengan cara memanggil dan mengklarifikasi para calon legislatif.
“Saya pikir panwaslu sudah melakukan itu jika ini dilakukan masif dan banyak, ya kewalahan juga Panwaslu. Seperti halnya APK itu mereka sudah paham, dipasang dimana, izinya seperti apa substansi nya seperti apa,” tuturnya.
“Panwaslu kan melihat substansi nya, kemudian izin pemasangan kan ada di Satpol PP. Sehingga kalau pemasangan ini banyak mengganggu orang banyak, kemudian membahayakan orang banyak kemudian satpol PP berhak menurunkan apalagi dia tidak berizin,” sambungnya.
Namun, jika peserta pemilu telah melakukan pemasangan dengan izin, menempatkannya sesuai dengan ketentuan yang seharusnya, dan sudah mendapatkan izin, namun substansi isi dari Baligo atau spanduk tersebut mengandung kata-kata yang bersifat SARA, tindakan penindakan baru akan dilakukan oleh Panwaslu.
Menurut Arlan, masih ada beberapa hal yang mesti harus di pahami sehingga tidak terjadi miskomunikasi atau multitafsir di lapangan.