JABAR EKSPRES – Koalisi buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) bakal melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan aksi mogok kerja serentak.
Aksi tersebut sebagai ungkapan kekecewaan terhadap pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat atas penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2024 yang hanya naik 0,80 persen atau Rp 27.881,60 dari UMK tahun 2023.
“Ini jauh dari hasil survei pasar. Kebutuhan pokok pada naik, namun upah kami naiknya samgat jauh dari harapan. Karena itu kami akan mengambil langkah hukum dan akan melakukan aksi mogok kerja,” ujar Ketua Koalisi Buruh KBB, Dede Rahmat saat dihubungi, Senin (4/12/2023).
Menurutnya, kenaikan UMK yang hanya 0.80 persen, tidak sesuai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat yang sekarang melonjak tinggi.
Kondisi ini, lanjut Dede, sangat mengecewakan serikat pekerja dan kalangan buruh Bandung Barat.
“Ini tidak sesuai dengan rekomendasi Pemda Bandung Barat. Pj Bupati Bandung Barat mengusulkan kenaikan UMK KBB tahun 2024 sebesar 14,85 persen atau menjadi Rp 3 997 694,” katanta.
“Namun UMK 2024 yang ditetapkan Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin sangat jauh, terus terang kami dari serikat pekerja dan kalangan buruh sangat kecewa,” tambahnya.
Ia menilai, kenaikan UMK 2024 jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. UMK KBB 2023 sebesar Rp 3.480.759,40 naik sebesar 7,16 persen atau Rp 232.512,12 dari UMK 2022 Rp 3.248.283,26.
Pj Gubernur Jabar, lanjut Dede tidak berani untuk menetapkan UMK sesuai rekomendasi kabupaten/kota karena takut kehilangan jabatannya. Pasalnya, Bey menjadi Pj Gubernur ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Ya, kami mensinyalir beliau takut kehilangan jabatan sampai akhirnya lebih memilih tak menghiraukan suara pekerja,” tandasnya. (Wit)