“Maka dari bacaan serta temuan tersebut kami secara organisasi ingin menyampaikan bahwa bentuk keseriusan pemerintah dalam mengatasi sampah masih dengan cara bakar-bakar yang artinya melegalisasikan terhadap pencemaran udara, memandang skema pendanaannya pun dalam bentuk pinjaman yang bersifat hutang dan akan menjadi beban negara serta rakyatnya,” tutupnya.
Maka dengan itu, WALHI Jawa Barat mendesak Pemprov Jabar untuk segera melakukan 5 poin sebagai berikut:
1. Tinjau ulang dokument Amdal Legok Nangka karena rencana PLTS tidak masuk dalam dokumen Perencanan pembangunan sebelumnya.
2. Dokumen perijinan Legok Nangka perlu direvisi dan dikaji ulang, mengingat dokumen perijinannya keluar pada tahun 2009, Rona Ruang Lingkungan Hidup pasti berubah seiring pertumbuhan jumlah penduduk pada masa ini berubah dan sejauh yang kami ketahui tidak terdapat sosialisasi serta pelibatan masyarakat/CSO pada dokumen perencanaan yang terbaru.
3. Cabut penerapan teknologi insinerator karena bukan solusi baik malah cenderung akan menimbulkan masalah baru yang berdampak terhadap pencemaran kualitas udara. Kami lebih menekankan untuk menginplementasikan pengolahan sampah dengan cara pengembangan bank sampah, biodigester serta sanitari landfill dan pelibatan masyrakat secara baik.
4. Batalkan kerjasama pembangunan PLTS di Legok Nangka, karena sama sekali tidak memiliki urgensinya untuk pengadaan listrik dari limbah sampah, tidak mengedepankan pula azas keterlanjuran ketika sampah tidak dapat di atasi secara baik oleh pemerintah Prov.Jabar. apalagi kondisi listrik di Jawa sudah berlebih.
5. Sebagai bentuk transparansi, sampaikan secara utuh dan terbuka kepada publik dari setiap perencanaan yang akan di jalankan pemerintah, dan hindari pendanaan yang bersipat pinjaman sehingga menjadi beban negara dan beban rakyat. (SFR)
BACA JUGA: UMP Jabar 2024 Resmi Ditetapkan, Pj Gubernur: Ada Sanksi Bagi Perusahaan Tak Ikuti Aturan