JABAREKSPRES.COM, BANDUNG – Pengamat dan Praktisi Hukum Fidelis Giawa turut merespons polemik proyek pemeliharaan gedung dan bangunan Kantor DPRD Jawa Barat (Jabar). Menurutnya, pemecahan paket proyek lelang menjadi pengadaan langsung itu bisa mengarah ke motif korupsi.
Fidelis mengungkapkan, pelaksanaan proyek di instansi pemerintahaan sudah memiliki aturan yang jelas. Misalnya mengacu pada Peraturan Presiden No 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Baran dan Jasa Pemerintah. “Tidak bisa ditafsirkan lain bahwa pemecahan paket proyek senilai 1,174 milyar rupiah tersebut adalah motif korupsi,” katanya.
Fidelis melanjutkan, pasal 20 Perpres 16 tahun 2018 juga mempertegas larangan terkait pemecahan paket lelang. Yakni, dalam pemaketan pengadaan barang atau jasa dilarang memecah pengadaan barang atau jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari tender atau seleksi. “Sekalipun sudah ada pengembalian kelebihan bayar, bukan berarti bahwa unsur pidananya menjadi hilang. Yang ada muatan delik pidananya adalah tindakan memecah paket,” jelas pria yang juga bagian dari Peradi Kota Bandung itu.
Menurut Fidelis, motif tersebut dapat didalami di proses penyidikan. “Dalam penyidikan pidana terkait motif memecah paket proyek tersebut akan terungkap pula apakah kelebihan bayar yang terjadi adalah kesengajaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” urainya.
Sebelumnya, Proyek perbaikan basement Kantor DPRD Jawa Barat (Jabar) ternyata sempat menyisakan masalah. Proyek pada 2022 itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.
Masalahnya, proyek yang semestinya bisa di tender atau lelang tapi justru dipecah menjadi enam paket pengadaan langsung. Akibatnya, proyek itu memiliki catatan kelebihan pembayaran dan pemborosan anggaran karena pembayaran lebih mahal.
Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2022, BPK mencatat bahwa dalam proyek perbaikan struktur itu ada enam penyedia yang menandatangani kontrak. Yakni CV WHA, CV YUP, CV RSD, CV JHK, CV IDB, dan CV CKM. Nilai kontrak pengadaan langsung itu masing-masing tidak jauh berbeda. Nilainya sekitar Rp195 juta. Jika ditotal, keenam paket itu mencapai Rp1,174 miliar.
Menurut BPK, enam paket pengadaan langsung itu dibagi berdasar zona. Tapi tidak ada batas yang jelas antar zona di lapangan dan pekerjaan berada dalam satu hamparan.