JABAR EKSPRES – Calon Presiden dan Wakil Presiden dari pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka melakukan pendaftaran ke KPU Pusat pada hari ini, Rabu (25/10/2023).
Pendaftaran pasangan yang dinilai penuh polemik lantaran Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait usia Capres dan Cawapres ini sempat membuat heboh beberapa kalangan.
Bahkan sempat ada isu bahwa pencalonan Gibran menjadi pasangan Prabowo ini karena adanya dinasti politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua PDI Perjuangan Jawa Barat Bidang Politik, Aprianto Wijaya menyampaikan, mencermati fenomena politik nasional belakangan ini di mana muncul sosok muda yang digadang-gadang untuk menjadi Calon Wakil Presiden menurutnya bukan masalah umur melainkan bagaimana adanya regenerasi kepemimpinan.
“Bagi saya ini bukan persoalan muda atau tua, tapi regenerasi kepemimpinan, kaderisasi kepemimpinan pemuda ini dilakukan secara baik,” ujar Aprianto saat dikonfirmasi, Rabu (25/10/2023).
Aprinto menyoroti manuver yang dilakukan oleh Gibran, menurutnya sosok anak muda seperti Gibran tidak menunjukkan etika politik yang bagus sehingga tidak mencerminkan sosok anak muda Indonesia.
“Yang ingin saya soroti ada etika, baik dilakukan oleh anak muda yang bernama Gibran Rakabuming Raka yang kebetulan beliau adalah Walikota Solo dan anak dari Presiden, tidak menunjukkan etika politik yang bagus yang baik yang bisa menjadi cermin anak muda Indonesia yang lainnya,” katanya.
Menurutnya, jika dalam bahasa Jawa, hal yang dilakukan oleh Gibran sering disebut mencla-mencle dan tidak mempunyai prinsip.
“Hari ini bilang tegak lurus, bilang loyal terhadap PDI-P, di momen yang lain dia siap menjadi Cawapres Prabowo, bagi saya Walikota Solo tidak memberikan contoh yang baik tentang integritas khususnya bagi kaum muda Indonesia dan secara politis langkah-langkah Gibran menurut saya sangat tidak etis melakukan itu,” tuturnya.
Aprianto pun melihat, sebagai kaum Muda Indonesia dirinya pun tidak menolak regenerasi kaum muda Indonesia.
“tapi saya melihat fenomena yang terjadi saat ini, bahwa “kaum muda” ini dimanfaatkan kaum-kaum tertentu agar politik demokrasi kita mundur ke belakang,” terangnya.