JABAR EKSPRES- Selama akhir pekan terakhir, Israel meningkatkan serangan udara di Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas, sambil meminta penduduk untuk memindahkan diri ke selatan, menuju perbatasan dengan Mesir.
Beberapa orang, seperti Fadi Daloul, seorang ayah enam anak, menganggap opsi ini sebagai langkah yang lebih aman, dan dia pun bersiap-siap untuk memindahkan barang-barangnya.
Warga Palestina di Jalur Gaza berusaha dengan putus asa mencari tempat perlindungan yang aman. Sementara itu, militer Israel terus melancarkan serangan udara dan bersiap untuk melakukan serangan darat ke Gaza.
Namun, perjalanan ke selatan juga memiliki risiko tersendiri karena serangan balik dari Israel menyusul serangan paling mematikan dari Hamas terhadap Israel sejak perang Arab-Israel pada tahun 1973.
BACA JUGA : Korut Bantah Senjatanya Digunakan Hamas untuk Serang Israel
Israel melancarkan serangan udara terberat yang pernah terjadi di wilayah Gaza yang sempit dan miskin ini, yang notabene salah satu daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia. Kondisi ini membuat penduduk berupaya mencari tempat perlindungan yang aman.
Sebagian besar warga Gaza enggan meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat berlindung di selatan, karena takut akan terulangnya peristiwa “Nakba” atau “bencana” pada masa perang tahun 1948. Pada saat itu, banyak warga Palestina terpaksa mengungsi atau diusir dari rumah mereka karena tanah mereka diambil alih oleh negara Israel.
Sebanyak 700.000 orang Palestina, setengah dari populasi Arab di wilayah Palestina yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris, kehilangan tanah mereka dan terpaksa mengungsi. Banyak dari mereka tersebar di negara-negara tetangga di mana mereka atau keturunan mereka tinggal hingga saat ini, termasuk di kamp-kamp pengungsi.
Israel membantah tuduhan mengusir rakyat Palestina dengan menyebut bahwa mereka diserang oleh lima negara Arab setelah pendirian negara Israel. Ketika serangan udara Israel menghancurkan bangunan-bangunan di Gaza, prioritas bagi orang seperti Daloul adalah keselamatan keluarganya.
Gaza, yang terkepung oleh Israel dan Mesir, menghadapi krisis kemanusiaan, dengan pasokan medis di rumah sakit yang semakin menipis. Daloul, bersama ribuan warga Palestina lainnya, lahir dari kekhawatiran akan serangan darat yang dijanjikan oleh Israel.