Mulanya salah satu pengusaha bernama Ella bercerita mengenai usaha dimsum yang dirintisnya. Dia ingin semakin melebarkan sayap usahanya namun masih belum stabil, karena itulah dia meminta saran kepada Ganjar.
“Produk saya dimsum, Alhamdulillah kami produksi sendiri yang tadinya cuma satu orang outlet kita ada 6. Mungkin karena pemasaran kita agak harus belajar ya,” kata Ella.
Ella berujar sekarang ini dirinya baru bisa memprodukis 2.000 dimsum perjarinya. Ia pun berharap ada sebuah masukan ataupun bantu dari seorang Ganjar agar usahanya bisa semakin berkembang.
“Mungkin karena pemasaran kita agak harus belajar ya,” tutunya.
Merespon keluhan yang didapatkan dari Ella, Ganjar Pranowo menekankan perlu pengemasan produk dalam rangka menarik pembeli.
“Produknya dapet, kemasan expired ada dijalankan. Kalau ini mau export siapkan dengan bahasa Inggris, kalau mau lokal enggak apa-apa,” ungkap dia.
“Maka packaging itu berpengaruh dan desain berpengaruh, maka nantinya akan naik kelas,” imbuh Ganjar.
Pertanyaan lainya datang dari seorang asosiasi perjalana wisata di Tasik yaitu Heri. Dia menceritakan mengapa tempat wisata di Tasikmalaya masih sepi peminat, padahal obyeknya berlimpah dan bisa menjadi sebuah ladang usaha.
Selain itu, dia mengeluhkan masih adanya tempat wisata yang menggunakan pungutan liar (Pungli) bagi pengunjungnya. Untuk itulah dia menanyakan saran kepada Ganjar dalam menghadapi situasi tersebut.
“Sering kita bahas banyak tempat wisata bisa dipasarkan tapi belum booming. Terus bakal wisata yang katanya gratis tapi tetap bayar juga ujung ujungnya,” ungkap Heri.
Merespon hal itu, Ganjar berbicara mengenai perlunya ketegasan di dalam menjalankan sebuah regulasi. Termasuk juga berkaitan dengan pungutan liar.
“Ada langsung laporkan. Kalo mandek, langsung lapor atasan,” kata Ganjar.
Diskusi berjalan sangat cair dan berlangsung kurang lebih 30 menit. Sebelum mengakhiri pertemuan, Ganjar berfoto bersama dengan para Pengusaha Lokal se-Tasikmalaya. (bbs)