JABAR EKSPRES – Dalam setiap kontetasi Pemilihan Umum, Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang suara terbesar skala nasional.
Fenomena tersebut berbanding terbalik dengan keterwakilan tokoh- tokoh pejabat negara termasuk pemimpin negara yang berasal dari provinsi Jawa Barat.
Pengamat politik yang juga sekaligus guru besar komunikasi politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si., mengaku heran dengan fenomena itu.
“Bicara masalah politik di Jawa Barat, ada sebuah misteri yang hingga saat ini belum terpecahkan, bahkan bisa disebut anomali. Di mana dengan jumlah penyumbang suara terbesar, berbanding terbalik dengan keterwakilan sosok putra daerah Jawa Barat dalam komposisi pemimpin serta pejabat negara”, ujar Prof. Dr. H. Karim Suryadi, seusai melakukan dialog politik di kawasan jalan Asia Afrika Kota Bandung.
Menurutnya, jika dilihat dari data kepemimpinan pejabat negara hingga 2014 lalu, sosok atau tokoh yang berasal dari Jawa Barat dapat di hitung dengan jari.
“Secara sejarah hingga tahun 2014, tingkat keterwakilan Jawa Barat dalam panggung politik nasional itu rendah. Pertama, kita sudah punya tujuh presiden, dari Jawa barat, nol. Kedua, kita sudah punya 10 wakil presiden, dari Jawa barat baru satu, Jendral Umar Wirahadikusumah. Dan itu pun kita yakin, bukan karena kesundaannya, bukan karena kejawabaratannya, tapi karena jalur militernya”, tegas Prof. Dr. H. Karim Suryadi.
“Padahal teori mengatakan, ada istilah Capres Cawapres bermain di rumah sendiri akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama, dia akan merepresentasikan apa kekhawatiran mayoritas rakyat yang akan diwakilinya, dan kedua, dia akan mendapatkan sesuatu yang harus diberikan kepada rakyatnya”, lanjut Prof. Dr. H. Karim Suryadi.
“Jadi intinya, secara teori, koalisi mana pun membutuhkan dukungan suara masyarakat Jawa Barat”, pungkasnya.