Hamas merupakan bagian dari aliansi regional yang juga meliputi Iran, Suriah, dan kelompok Hizbullah di Lebanon. Mereka bersama-sama menentang kebijakan Amerika Serikat terhadap Timur Tengah dan Israel.
Hamas dan Jihad Islam, kelompok bersenjata terbesar kedua di kawasan tersebut, sering bekerja sama dalam perlawanan terhadap Israel. Namun, hubungan keduanya bisa tegang jika Hamas meminta Jihad Islam untuk menghentikan serangan terhadap Israel.
Serangan Hamas pada Sabtu (7/10/2023) dilakukan sebagai respons terhadap kekejaman yang dialami warga Palestina selama beberapa dekade. Mereka juga mengajak kelompok lain untuk bergabung dalam perlawanan dan menyatakan bahwa serangan pada Sabtu adalah awal dari aksi tersebut.
Hamas menyatakan bahwa mereka tidak menargetkan warga sipil, namun video menunjukkan para pejuang Hamas menyandera warga Israel selama pertempuran Sabtu. Amnesty International dan kelompok hak asasi manusia lainnya melaporkan bahwa warga sipil Israel juga menjadi korban.
BACA JUGA : Israel Diterpa Isu Kegagalan Intelijen dalam Mengupayakan Keamanan Usai Penyerangan Hamas
Hamas menegaskan bahwa mereka hanya menyerang pemukim yang tinggal di pemukiman ilegal, yang dianggap sebagai target sah. Hamas menekankan perbedaan antara pemukim dan warga sipil. Mereka percaya bahwa pemukim adalah bagian dari pasukan bersenjata Israel dan bukan warga sipil.
Hamas mengklaim bahwa para pejuang mereka menyandera sejumlah warga Israel selama serangan. Mereka juga mengirim paralayang ke wilayah Israel, mengingatkan pada serangan serupa pada akhir 1980-an. Pada saat itu, para pejuang Palestina menyeberang dari Lebanon ke wilayah utara Israel menggunakan pesawat layang gantung dan menewaskan enam tentara Israel.