JABAR EKSPRES – Kegaduhan dunia pendidikan di Kota Bogor terus disorot dan menyeruak pasca Wali Kota Bogor, Bima Arya melakukan pemecatan terhadap Nopi Yeni selaku Kepala Sekolah (Kepsek) SD Negeri Cibeureum 1 Kota Bogor belum lama ini.
Teranyar, mantan Kepsek di SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Bogor Selatan itu akhirnya melakukan perlawanan lantaran dituding melakukan pungutan liar (Pungli) di lingkungan sekolah.
Baca Juga: Tutup Gebyar Agrostandar, Mentan SYL Lepas Ekspor Mangga Gedong Gincu dan Ayam KUB ke Arab Saudi dan Timor Leste
Nopi Yeni melalui kuasa hukumnya, Dwi Arsywendo memutuskan untuk menggugat SK pemecatan atau pencopotan atas jabatan Kepsek tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hal itu dilakukan lantaran, pihaknya menduga bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Kota Bogor tidak komprehensif, sehingga dinilai cacat formil.
Dwi menyebut, keputusan pencopotan kepal sekolah itu berlaku per 15 hari kerja setelah dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bogor. Mengingat adanya masa sanggah untuk itu, pihaknya mengajukan keberatannya kepada Wali Kota Bogor.
“Jadi saya sudah melayangkan surat keberatan atas SK Wali Kota Tersebut tertanggal 18 September 2023 dan kami akan melakukan upaya gugatan ke PTUN,” ungkap Dwi kepada wartawan dikutip Kamis, 21 September 2023.
Ia membeberkan, diketahui dalam pemeriksaan yang dilakukan jajaran Inspektorat, hanya memanggil dan memeriksa beberapa guru dan kepala sekolah. Sedangkan pelapor dan objek dugaan pungli yakni para orang tua siswa tidak diperiksa.
“Saya heran atas pencopotan dan penurunan pangkat Ibu Nopi Yeni, karena dasar pencopotan dan penurunan pangkat adalah hasil pemeriksaan Inspektorat Kota Bogor,” sebutnya.
Dengan begitu, menurutnya bahwa hasil pemeriksaan Inspektorat tidak berimbang dan kebenarannya tidak valid lantaran pihak orang tua siswa tidak pernah dipanggil oleh Inspektorat untuk dimintai keterangan.
Padahal, sambung Dwi, tujuan pemeriksaan saksi adalah untuk mendapatkan keterangan, petunjuk, alat bukti dan kebenaran keterlibatan terduga pelaku tindak pidana.
Ia menyebut, selain itu pihaknya juga akan menuntut atas pencemaran nama baik kliennya kepada dua orang guru yang diduga menjadi pemantik polemik tersebut. Yakni, atas nama Reza dan Dwi atas pemberitaan disejumlah media online yang juga diviralkan melalui media sosial tanpa ada konfirmasi kepada kliennya.