Polimik Larangan Abaya di Prancis Masih Berlangsung

Banlieue, wilayah perkotaan miskin tempat banyak orang kulit berwarna dan terutama muslim tinggal, telah lama menjadi daerah yang sangat politis. Wilayah ini dianggap sebagai “ghetto republik sekuler”, sebuah ghetto budaya yang harus diawasi, dan menjadi tempat tinggal bagi orang kulit hitam dan coklat yang merasa kurang dihargai.

Sejak awal tahun ajaran baru, video tersebar di seluruh dunia yang menunjukkan petugas keamanan memeriksa pakaian siswi secara ketat. Video yang diunggah di media sosial menunjukkan para remaja putri melepas abaya mereka sesuai perintah polisi.

BACA JUGA : Tren Bahasa ‘Gaul’ Indonesia Menguasai Anak Muda Malaysia, Apa Penyebabnya?

“Hal ini menunjukkan bahwa pembatasan ini adalah langkah lain yang menunjukkan bagaimana tubuh-tubuh Muslim telah mengalami rasialisasi. Prancis kini bergabung dengan rezim otoriter lainnya seperti Afghanistan dan Iran, yang mengatur pakaian perempuan dan mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dikenakan,” kata Hafez.

Ratusan siswi yang mengenakan abaya telah dilaporkan harus pulang ke rumah. Hal ini memicu protes terhadap kebijakan diskriminatif, dan memunculkan pembangkangan sipil sebagai bentuk politik.

Pemerintah juga mengumumkan bahwa 14.000 staf pendidikan dengan posisi kepemimpinan akan menerima pelatihan pada akhir tahun ini, dan 300.000 staf akan menerima pelatihan pada tahun 2025 untuk melaksanakan dan memantau peraturan ini.

Semua tindakan ini menunjukkan bahwa Prancis semakin membatasi perempuan Muslim dan kebebasannya untuk berpakaian sesuai keinginannya, sambil memperkuat negara yang semakin otoriter.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan