JABAR EKSPRES- Tugas akhir sebagai syarat kelulusan tidak lagi terbatas pada skripsi; sekarang bisa berupa prototipe, proyek, atau bentuk lain yang dapat dikerjakan secara individu atau kelompok.
Meskipun kritik terhadap kewajiban menulis skripsi sebagai persyaratan kelulusan telah ada, peraturan terbaru dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menghapus keharusan penerbitan makalah ilmiah di jurnal terakreditasi atau jurnal internasional bagi lulusan magister (S2) dan doktor (S3).
BACA JUGA : 6 Kampus di Bandung yang Bikin Mahasiswa Lebih Cepat Lulus Tanpa Ribet Skripsi!
Namun, para pengamat pendidikan masih berharap bahwa lulusan universitas memiliki keterampilan menulis karya ilmiah.
Perubahan aturan terbaru Nadiem sebenarnya tidak melarang skripsi, tetapi menyatakan bahwa tugas akhir tidak harus berbentuk skripsi.
Sekarang, perguruan tinggi dan program studi memiliki kebebasan untuk menentukan standar kelulusan mahasiswa, sementara Mendikbudristek menetapkan kompetensi minimal yang diperlukan.
Kebijakan ini mendapatkan sambutan baik di kalangan mahasiswa, karena hal itu sering kali dianggap sebagai hambatan bagi mereka untuk lulus tepat waktu.
Beberapa mahasiswa lebih suka fokus pada proyek atau inovasi dalam bentuk tugas akhir, karena dianggap lebih relevan dalam dunia kerja.
Namun, ada juga kekhawatiran bahwa pengganti skripsi mungkin memerlukan usaha yang lebih besar, terutama jika melibatkan penulisan dan penerbitan makalah ilmiah. Terlepas dari hal ini, kebijakan baru ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas tanpa menambah beban kepada dosen dan mahasiswa.
BACA JUGA : Ini Alasan Rektor Uninus Bandung Tak Wajib Susun Skripsi sebagai Tugas Akhir Mahasiswa