JABAR EKSPRES – Video viral kematian seorang pawang ular yang meninggal karena dipatuk oleh ular kobra peliharaannya sendiri di Sumedang, hanya dalam waktu 2 jam. Publik jadi ingin tahu seperti apa cara kerja bisa atau racun ular dalam tubuh manusia hingga mengakibatkan nyawa melayang.
Kasus kematian akibat gigitan ular berbisa memang bukan yang pertama kali terjadi, beberapa waktu lalu juga ada seorang satpam di sebuah perumahan di Serpong yang juga mengalami hal yang sama.
Meski sudah banyak dilakukan edukasi mengenai cara menghalau atau menghadapi ular, yang dilakukan oleh komunitas-komunitas pecinta ular atau dari pemadam kebakaran, namun kasus seperti ini masih juga terulang lagi.
Baca juga : Fakta Baru Tewasnya Pawang Ular Kobra di Sumedang
Racun yang dihasilkan oleh ular berbisa memang berbeda-beda jenisnya, tergantung dari jenis ularnya. Ada yang memiliki efek berat hingga bisa menimbulkan kematian, ada juga yang membuat lumpuh, kejang-kejang atau bahkan membuat jaringan tubuh menjadi luka yang membusuk.
Racun yang ada di dalam ular berbisa, terdapat salah satu jenis enzim yang berbahaya adalah zinc metalloProteinse atau metalloproteases.
Enzim ini bekerja dengan merusak membran tubuh manusia dan mencapai komponen dasar sel darah, yang dapat menyebabkan pendarahan hebat.
Setiap spesies ular memiliki jenis racun yang berbeda-beda, demikian juga sifat dari racun juga berbeda, ada yang merusak darah, merusak sistem syaraf, atau merusak jantung.
Ada yang bekerja melalui jaringan darah ada juga yang melalui kelenjar getah bening. Namun dipastikan, setelah tergigit, maka racun ular akan dengan cepat menyebar ke dalam tubuh.
Baca juga : Kondisi Panji Petualang Melemah Pasca Digigit Ular Kobra, Kini Terkena Diabetes
Racun ular bisa bersifat hemotoksik, yaitu merusak organ dan darah manusia.
Lalu ada racun neurotoksik juga dapat merusak sistem saraf pusat manusia. Racun jenis ini termasuk dalam kategori berbahaya dan dapat membunuh mangsa yang digigit oleh ular.
Ada beberapa jenis racun yang dimiliki oleh ular kobra, seperti yang dijelaskan oleh pakar gigitan ular Tri Maharini alumni dari FAkultas Kedokteran Universitas Brawijaya.