JABAR EKSPRES – Senin (14/8/2023) malam, kawasan Dago Elos, Bandung, Jawa Barat menjadi saksi terjadinya kerusuhan antara warga dan aparat kepolisian. Ratusan warga yang marah telah memblokade jalan dan membakar beberapa barang, mengakibatkan situasi tegang di area tersebut.
Aksi protes ini bermula dari ketidakpuasan warga terhadap tindakan Polrestabes Bandung yang menolak laporan mereka terkait dugaan pemalsuan data dan penipuan terkait lahan. Empat laporan warga telah ditolak dengan alasan kurangnya bukti yang cukup.
Tidak hanya itu, warga juga menggelar aksi unjuk rasa dan menampilkan spanduk-spanduk terkait sengketa tanah yang mereka alami. Aksi ini sempat mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Petugas kepolisian kemudian terpaksa menutup jalan dari sebelum SPBU Dago dan mengalihkan arus kendaraan menuju Dago Atas.
Baca Juga: JMM: BUMN Harus Bersih dari Paparan Ideologi Radikalisme dan Terorisme
Petugas dari Polrestabes Bandung dan Polda Jabar berusaha melakukan negosiasi dengan para warga untuk meredakan ketegangan. Namun, situasi berubah drastis ketika tiba-tiba terdengar suara letusan gas air mata sebanyak tiga kali. Insiden ini memicu kericuhan lebih lanjut, dengan warga melempari petugas dengan batu.
Pada pukul 22.45 WIB, polisi melakukan upaya untuk membubarkan massa. Mereka secara perlahan maju dengan barikade dan menggunakan kendaraan water canon untuk menyemprotkan air ke arah kerumunan. Namun, usaha ini tidak berhasil sepenuhnya karena massa terus memberikan perlawanan. Di sekitar sebuah gang dekat terminal, warga kembali melempari petugas dengan batu.
Sengketa Tanah Memicu Kerusuhan
Pemicu dari kerusuhan ini adalah sengketa tanah antara warga Dago Elos dengan Keluarga Muller. Ketiga anggota keluarga, Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, mengklaim sebagai keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang dulunya tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda. Mereka mengklaim bahwa sebidang tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos merupakan milik warisan mereka.
Pada awalnya, tanah tersebut digunakan untuk Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil. Namun, saat ini tanah tersebut telah berubah dengan hadirnya kantor pos, Terminal Dago, dan sejumlah rumah warga.