Jabarekspres.id – Dua prajurit TNI aktif terlibat dalam korupsi di lingkungan kerja Basarnas. Hal ini mendapat sorotan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, supaya kejadian tersebut terulang, perlu ada evaluasi menyoal penempatan perwira tinggi di lembaga sipil.
“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu kasus suap Basarnas,” ungkap Jokowi kepada wartawan, Senin (31/7) mengutip Disway.id.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku, tak ingin ada penyelewengan kekuasaan lagi yang dilakukan perwira TNI.
“(Evaluasi) semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” tambahnya.
Dirinya menambahkan, adapun masalah penetapan tersangka dalam kasus Kabarsarnas tersebut, menurutnya hanya sekadar masalah koordinasi.
Lantas Jokowi mengingatkan, urgensi dari koordinasi antar instansi pemerintahan. Terlebih apabila menyoal proses penegakan hukum.
“Menurut saya, masalah koordinasi ya, masalah kooridnasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan. Sudah, kalau itu dilakukan, rampung,” kata Jokowi.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan kasus Korupsi pengadaan barang dan jasa.
Henri diduga ‘mengakali’ sejumlah pengadaan proyek dalam sistem lelang elektronik LPSE di Basarnas. Henri diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar.
Uang itu diduga merupakan fee dari sejumlah pengerjaan proyek dari hasil lelang di Basarnas. Diduga ada fee sebesar 10% dari setiap proyek.
Namun, polemik muncul setelahnya. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI merasa, Henri yang berstatus prajurit TNI aktif mestinya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK kendati kepala Basarnas adalah jabatan sipil. Atas peristiwa tersebut, KPK akhirnya meminta maaf setelah pertemuan itu.