JABAR EKSPRES – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dipanggil untuk dimintai keterangan sebagi saksi oleh Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Pemanggilan Airlangga Hartarto berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah serta produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Perihal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Ketut Sumedana (18/7).
“Benar (dipanggil) perkara CPO,” ujar Ketut.
Dalam kasus ini ada tiga perusahaan CPO yang menjadi tersangka korporasi dalam perkara korupsi yang ditetapkan oleh Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI.
Ketiga perusahaan yang terlibat ialah Musim Mas Grup, Wilmar Grup, dan Permata Hijau Grup. Di dalam perkara ini ketiga perusahaan tersebut telah terbukti merugikan negara hingga Rp6,47 triliun menurut keputusan MA
yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Informasi mengenai pemanggilan Airlangga oleh Kejagung sudah tersebar sejak Senin (17/7), akan tetapi Kejagung belum mengeluarkan rilisan terkait keterangan pemanggilan sampai saksi mau dipanggil.
Baca Juga: Jokowi Perintahkan Budi Arie Selesaikan Proyek Menara BTS
Berdasarkan penuturan ketut Airlangga sudah mengkonfirmasi akan hadir menjadi saksi sore ini.
“Rencana menurut informasi beliau bisa hadir pukul 16.00 WIB,” ucap Ketut.
Perkara tindak pidana suap pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya antara Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 telah selesai di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan memiliki inkrah di tingkat kasasi.
Lima terdakwa dijatuhi hukuman 5-8 tahun penjara. Kelima terpidana tersebut adalah mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota Tim Asisten Menteri Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Mestari Paulian Tumanggor, GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang, dan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA.
Dalam menyelesaikan kasus ini, ada satu hal yang sangat penting, yakni majelis hakim akan memperlakukan tindakan para terpidana sebagai tindakan korporasi.
Oleh karena itu, hakim berkesimpulan bahwa perusahaan (tempat para terpidana bekerja) meraup untung secara tidak sah. Kemudian korporasi harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian negara akibat kejahatan yang dilakukannya.