JABAR EKSPRES – Proyek TikTok yang di kenal sebagai “Project S” sedang menjadi sorotan yang semakin intens. Pengembangan Project S TikTok di duga sebagai strategi untuk mengumpulkan data tentang produk-produk populer di suatu negara, agar nantinya bisa di produksi sendiri di China. Baru-baru ini, TikTok memperluas bisnisnya ke sektor ritel melalui Project.
Langkah ini sebenarnya sudah di mulai oleh TikTok di Inggris. Di mana mereka meluncurkan fitur belanja bernama Trendy Beat yang menjual barang-barang yang populer di platform tersebut. Namun, pengamat teknologi, Heru Sutadi, mengkhawatirkan Project S Tiktok ini dapat mengancam kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Menurut Heru, kekhawatiran tersebut timbul karena produk-produk impor mudah di jual dan masuk ke Indonesia. Yang pada akhirnya akan berdampak negatif bagi UMKM. Ia berpendapat bahwa jika pasar Indonesia di banjiri oleh barang impor, negara produsen barang tersebutlah yang akan mendapat keuntungan. Sedangkan Indonesia hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing.
Baca juga : Prediksi NASA Kapan Badai Matahari 2023 Terjadi
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), juga mengungkapkan bahwa regulasi terkait konten produk impor di e-commerce masih belum cukup ketat. Terutama bagi e-commerce yang menerapkan praktik cross border dan model bisnis social commerce.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima menyebut adanya celah kebijakan seiring dengan meningkatnya tren belanja di social commerce.
Bhima mengingatkan bahwa jika social commerce di biarkan menjadi saluran bagi barang impor. Karena menurutnya hal ini akan berisiko bagi banyak pelaku usaha lokal yang akan terpaksa gulung tikar.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, telah menyampaikan perlunya revisi. Revisi ini tentang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) atau Permendag 50/2020, guna melindungi industri UMKM dalam negeri.
Revisi ini di harapkan dapat melindungi e-commerce dalam negeri dan konsumen. Serta memastikan bahwa produk impor tidak merusak harga produk UMKM dalam negeri.