JABAR EKSPRES – Ukraina ini belum lama mendapatkan pasokan rudal Cluster Munitions dari Amerika Serikat.
Diketahui rudal Cluster Munitions ini memiliki daya ledaknya seperti Jericho Iron Man.
Adapun pasokan bantuan rudal Cluster Munitions ini telah dikonfirmasi oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Pengiriman rudal Cluster Munitions dari Amerika Serikat ini dilakukan karena Ukraina telah kehabisan stok rudal.
“Ini adalah perang yang berkaitan dengan amunisi. Dan mereka kehabisan amunisi serta kita juga kekurangannya,” kata Biden, dikutip dari Disway.id.
“Jadi, saya memberikan rekomendasi dari Departemen Pertahanan untuk tidak secara permanen, tetapi untuk memungkinkan masa transisi ini, sementara kami mendapatkan lebih banyak 155 senjata, peluru ini, untuk Ukraina,” katanya.
BACA JUGA: Rusia Sebut Pembakaran Al-Qur’an di Swedia Merupakan Tindakan Biadab
Kendati demikian, Presiden Joe Biden mengungkapkan bahwa ini merupakan keputusan yang tidak mudah.
Namun, Amerika Serikat memutuskan untuk mengirimkan rudal tersebut guna membantu Ukraina dalam menghadapi serangan Rusia yang hingga sekarang belum selesai.
“Hal utama adalah mereka memiliki senjata untuk menghentikan Rusia, apakah itu mencegah Rusia menyerang Ukraina atau tidakn, saya pikir mereka membutuhkannya,” katanya.
Kendati demikian, belum ada keterangan resmi terkait berapa banyak amunisi yang dikirimkan ke Ukraina secara keseluruhan.
BACA JUGA: Bos CIA Telepon Bos Intel Asing Rusia, Ada Situasi Gawat Darurat?
Menurut Farhan Haq, wakil juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Sekjen PBB mendukung Konvensi Munisi Tandan dan menentang penggunaan senjata jenis ini di medan perang.
Rudal Cluster Munitions adalah rudal yang memiliki kapasitas untuk mengandung banyak submunisi.
Ketika bom diledakkan di udara, submunisi akan tersebar di area dengan luas puluhan meter persegi.
Sebagian dari submunisi tersebut tidak meledak secara langsung dan tetap berada di tanah, mengancam keselamatan warga sipil setelah konflik berakhir.
Konvensi Munisi Curah telah diadopsi oleh 111 negara pada tahun 2008, dan 12 negara lainnya telah menandatangani tetapi belum meratifikasinya.
BACA JUGA: Amerika Serikat Klaim Tidak Terlibat dalam Upaya Kudeta Grup Wagner di Rusia